proposal PTK



BAB I
PENDAHULUAN

1.1    Latar Belakang Penelitian
Bahasa hidup karena adanya interaksi sosial. Interaksi sosial bisa terjadi karena adanya komunikasi. Bahasa memungkinkan manusia dapat saling berhubungan (berkomunikasi), saling berbagi pengalaman, saling belajar dari yang lain, dan untuk meningkatkan kemampuan intelektual. Hal ini sesuai dengan fungsi utama bahasa yaitu sebagai laat komunikasi yang sangat vital bagi masyarakat pendukung. Dengan bahasa, orang dapat mengutarakan pikiran dan perasaan secara bebas kepada orang lain.
Bahsa Bali sebagai salah satu bagian kebudayaan Bali memiliki peranan yang amat pentig bagi pelestarian kebudayaan Bali itu sendiri. Bahasa Bali dan kebudayaan Bali mempunyai kaitan yang sangat erat tidak dapat dipisahkan begitu saja. Bahasa Bali tanpa didukung kebudayaan Bali tidak akan berarti, demikian pula kebudayaan Bali tanpa didukung dengan bahasa Bali akan Kehilangan vitalitas dengan kata lain bahasa daerah Bali dan kebudayaan Bali harus tetap ajeg.
Untuk mengantisifasi hal tersebut di atas, Pemerintah Daerah Bali menerbitkan Peraturan Daerah No. 3 tahun 1992, tentang pelestarian dan pengembangan Bahasa, Aksara, dan Sastra Bali. Dan pengajaran bahasa daerah Bali dari tingakt Sekolah Dasar, SMP, SMA, sampai perguruan tinggi, sudah ada jurusan bahasa daerah Bali yang menitik beratkan sikap positif dan kebanggaan penuturnya terhadap bahasa Bali. Hal itu sesuai dengan yang digariskan dalam kurikulum StandarKompetensi Muatan Lokal, tahun 2004.
Pengembangan pengajaran bahasa Bali perlu disesuaikan dengan perkembangan teknologi dan hakikat pembelajaran bahasa adalah belajar berkomunikasi dan belajar sastra dan belajar menghargai manusia dan nilai-nilai komunikasinya. Oleh karena itu pembelajaran bahasa Bali sesuai dengan tata karma masyarakat, dan pengajaran sastra Bali diarahkan untuk menimbulkan penghargaan terhadaphasil cipta karya sastra Bali baik yang klasik (purwa) maupun yang baru (anyar) (Diknas Prov. Bali, 2004.2).
Bertitik tolak dari rambu-rambu pembelajaran bahasa daerah Bali itu maka keberhasilan siswa dalam mengikuti pelajaran bahasa Bali di Sekolah tidak semata-mata diukur dari nilai yang diperoleh siswa, khususnya yang menyangkut nilai kebahasaan dan nilai pemahaman saja. Yang terpenting adlaah bagaimana siswa mampu membaca aksara Bali, menghargai dan tertarik dengan sastra Bali serta mampu menggunakan bahasa Bali dalam berklomunikasi baik lisan maupun tertulis dengan bahasa Bali, sangat diperlukan sekali penguasaan kosakata. Siswa akan mengalami kesulitan mengemukakan ide-idenya dan terkadang ragu mengungkapkannya, apabila kosakata yang dipakai untuk mewujudkan hal itu tidak memadai. Hal ini berarti semakin kaya kosakata siswa, maka semakin terampil siswa berbahasa dan semakin lancar pula proses komunikasi yang dilangsungkannya (Tarigan, 1984:2).
Belajar bahasa apapun, pengguasaan kosakata sangat penting, agar orang bisa terampil menggunakan bahasa yang dipelajarinya. Penguasaan kosakata mutlak dikuasai apabia dikaitkan dengan fungsi utama bahasa adalah sebagai alat komunikasi. Itu artinya kalau ingin bisa berkomunikasi menggunakan bahasa Bali dalam bentuk bahasa Bali alus, maka kosakata bahasaBali mutlak dikuasai. Hal itu sesuai dengan yang digariskan dalam ruang lingkup standar kompetensi mata pelajaran bahasa Bali yaitu menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Misalnya, dalam hal berbicara, siswa diharapkan mampu mengungkapkan gagasan, pikiran dan perasaan, menyapa, menyampaikan sambutan, pidato, diskusi (widiatula), serta berdialog dan bercakap-cakap menggunakan bahasa Bali sesuai dengan kaidah bahasa bali (Diknas Prov.Bali, 2004:5).
Pembelajaran kosakata diberikan sesuai dengan kurikulum dan guru diberikan kebebasan untuk melaksanakan dengan menggunakan pendekatan dan metode yang optimal, untuk meningkatkan prestasi belajar siswa yang optimal pula. Kemampuan siswa dalam penguasaan kosakata bahasa Bali bisa dilihat dari pengerjaan tugas-tugas dan latihan-latihan membuat kalimat atau menyusun paragraph. Yang dimana pembendaharaan kosakata bahasa Bali oleh siswa sangat kurang, dilihat dari kosakata sinonim (lian raos), Antonim (tungkalikan) serta perluasan makna (hiponim,homograph,homofon, dsb). Misalnya kata ngajeng lian raosne medaar/nunas, sungkan lian raosne gelem dsb. Dalam perubahan makna misalnya kata ngalain, arti semula “meninggalkan “, perluasannya “meninggal, mati”, Bapa arti semula” Ayah kandung/bapak” Perluasannya “asal anak muani suba tua (laki-laki tua) anak muani ngelah kurenan (laki-laki sudah beristri)”dsb.
Dengan demikian penulis menggunakan metode kontekstual sebagai acuan dasar dalam menghadapi kendala tersebut. Khusus untuk penggunaan metode kontekstual dalam meningkatkan kemampuan memahami kosakata. Penulis mengangkat judul “Penerapan Metode Kontekstual untuk meningkatkan penguasaan kosakata Bahasa Bali oleh siswa kelas VII SMP Negeri 1 Mengwi. Tahun Pelajaran 2009/2010”, karena sebagian besar siswa masih belum memahami kosakata secara aktif yang ada dalam pelajaran bahasa Bali. Penulis mengangkat kosakata sebagai dasar acuan penelitian, karena masih rancu bagi siswa untuk dapat memahamikosakata yang ada, seperti contoh: kosakata sinonim (lian raos), Antonim  (tungkalikan) serta perluasan makna (hiponim, homograf, homofon, dsb). Hal ini dapat dibuktikan melalui tes yang telah dilaksanakan sebelumnya sehingga penulis mengambil simpulan, bahwa Penguasaan Kosakata sebagai acuan dasar pnelitian. Untuk mendapatkan hasil pembelajaran yang memuaskan sesuai dengan yang diharapkan, tidak terlepas dari factor proses pembelajaran yang dikelola oleh guru. Proses pembelajaran akan dapat berjalan optimal dengan adanya bimbingan guru terhadap siswa dan kemampuan factor guru dalam merancang, mempersiapkan, dan melaksanakan proses pembelajaran.
Di samping itu, media pengajaran dan metode juga akan membantu para siswa, yaitu akan mempermudah untuk memahami dan menerima materi yang diberikan oleh guru. Diharapkan melalui pemanfaatan media atau metode dalam proses pembelajara, siswa dapat melihat secara lebih nyata sehingga teori yang diberikan dapat lebih melekat dalam ingatan siswa yang akhirnya akan dapat meningkatkan prestasi belajar.
Beberapa alasan kami dalam menggunakan pendekatan kontektual diantaranya: (1) menekankan kepada proses keterlibatan siswa untuk menemukan materi, artinya proses belajar diorientasikan pada proses pengalaman secara langsung. (2) mendorong agar siswa dapat menemukan hubungan antara materi yang dipelajari dengan situasi kehidupan nyata, artinya siswa dituntut untuk dapat menangkap hubungan antara pengalaman belajar di sekolah dengan kehidupan
nyata. Hal ini sangat penting. (3) mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan, artinya metode kontektual bukan hanya mengharapkan siswa dapat memahami materi yang dipelajarinya akan tetapi bagaimana materi pelajaran itu dapat mewarnai perilakunya dalam kehidupan sehari-hari.
Dalam pembelajaran kontektual, guru tidak nerperan sebagai satunya nara sumber pembelajaran, melainkan berperan sebagai mediator, fasilitator, dinamisator, dan manajer pembelajaran. Sehubungan dengan hal tersebut di atas, maka upaya peningkatan kualitas proses belajar mengajar dalam pembelajaran bahasa Bali khususnya penguasaan kosakata dirasakan sangat relevan dengan penggunaan pendekatan kontektual karena dapat menjadikan siswa kreatif dan lebih aktif. Dalam pembelajaran kontektual dikembangkan ketrampilan kolaboratif yang sangat penting dalam internalisasi nilai-nilai social yang positif dalam kehidupan bermasyarakat. Dalam pembelajaran kontektual siswa tidak hanya menjadi objek tetapi menjadi subjek pembelajaran yang secara aktif memecahkan masalah-masalah secara kritis dan bermanfaat. Pembelajaran kontektual mampu merangsang dan menggugah potensi siswa secara optimal dalam suasana belajar pada kelompok-kelompok social yang terdiri atas 2 sampai 6 orang anggota. Pada saat siswa belajar dalam kelompok akan berkembang suasana belajar yang terbuka dalam komunikasi dengan teman sebaya.


1.2    Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas permasalahan yang ingin dijawab dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut :
Apakah pembelajaran konstektual dapat meningkatkan prestasi belajar bahasa Bali khususnya di dalam penguasaan kosakata pada siswa kelas VII SMP Negeri 1 Mengwi.
1.3    Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka tujuan penelitian yang hendak dicapai adalah tujuan umum dan tujuan khusus.
1.3.1        Tujuan Umum
Secara umum tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk memperbaiki atau meningkatkan kualitas pembelajaran bahasa Bali.
1.3.2        Tujuan Khusus
Tujuan khusus yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah untuk meningkatkan prestasi belajar bahasa Bali khususnya di dalam penguasaan kosakata pada siswa kelas VII SMP Negeri 1 Mengwi.
1.4    Manfaat Penelitian
Setiap penelitian baik yang bersifat ilmiah maupun tidak, sudah barang tentu memiliki manfaat, yaitu manfaat teoritis dan praktis.
1.4.1        Manfaat Teoritis
Secara teoritis manfaat penelitian ini adalah : (1) pengembangan metode pengajaran bahasa Bali terhadap siswa untuk menambah ilmu metode pengajaran dalam meningkatkan kreaktifitas dalam pembelajaran, peningkatan penguasaan materi pembelajaran, peningkatan prestasi belajar siswa dan peningkatan nilai belajar siswa. (2) pengembagan metode pengajaran kontekstual bagi guru untuk mengatasi masalah yang dijumpai dalam proses pembelajaran di kelas, meningkatkan kemampuan guru untuk membelajarkan siswa dan dapat menambah rasa percaya diri pada saat proses pembelajaran. Jadi hasil penelitian yang diungkapkan dapat menambah pengetahuan/wawasan bagi para guru dan murid dalam pembelajaran bahasa Bali khususnya pembelajaran kosakata.
1.4.2        Manfaat Praktis
a.             Bagi guru, penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan berharga dalam meningkatkan kualitas pembelajar dan menambah wawasan dalam mengelola proses pembelajaran sehingga dapat meningkatkan profesionalisme kependidikan.
b.          Bagi siswa, penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan prestasi belajar dalam pembelajaran bahasa Bali.
c.          Bagi Penyusun buku pelajan, penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan yang positif dalam penyusunan buku pelajaran bahasa Bali sesuai dengan jenjang pendidikan.
d.         Hasil penelitian ini diharapkan menjadi masukan yang berarti bagi pengembangan kurikulum, dalam mengatur materi pembelajaran sesuai dengan tingkat/jenjang pendidikan.
1.5    Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup merupakan suatu batasan-batasan penelitian yang sangat diperlukan dalam penulisan suatu karya ilmiah, sehingga terhindar dari tafsiran di luar penelitian yang dilaksanakan.
Untuk mendapatkan gambaran yang jelas tentang objek penelitian ini, adapaun ruang lingkup yang akan dibahas dalam penelitian ini terbatas pada memaparkan kemampuan siswa Kelas VII SMP Negeri 1 Mengwi, Badung, Tahun Pelajaran 2009/2010 dalam penguasaan kosakata Bali dengan menggunakan metode kontekstual. Pembatasan yang dilakukan dengan maksud menghindari kesimpangan siuran dalam penelitian. Untuk tujuan ini, maka ruang lingkup penelitian ini hanya terbatas pada penguasaan kosakata secara kuantitatif dan kualitatif yang meliputi pemahaman kosakata secara konteks. Penguasaan kosakata secara kuantitatif artinya sejumlah pembendaharaan kosakata yang dimiliki seseorang, sedangkan penguasaan kosakata secara kualitatif artinya kedalaman pemahaman terhadap kosakata yang dimiliki dikaitkan dengan kaidah-kaidah kebahasan (Sumarsono, 1994:5)
1.6    Asumsi
Anggapan dasar (yang disebut juga asumsi) adalah pernyataan umum yang tidak diragukan lagi kebenarannya. Anggapan dasar inilah yang akan memberikan arah kepada penulis dalam mengerjakan penelitiannya dan tanggapan dasar ini pula yang akan mewarnai simpulan penelitian yang diambil (Arifin 1993:53). Ini berarti pernyataan yang diungkapkan sudah mengandung kebenaran yang tidak perlu diteliti lagi.
Berdasarkan pendapat tersebut maka untuk melancarkan pelaksanaan penelitian ini, ada beberapa asumsi tersebut adalah sebagai berikut :
a.         Guru yang mengajarkan bahasa daerah Bali pada siswa Kelas VII SMP Negeri 1 Mengwi, Badung sudah mempunyai kewenangan untuk mengajarkan bahasa Bali.
b.         Pelajaran tentang kosakata, khususnya kosakata bahasa Bali Siswa Kelas VII SMP Negeri 1 Mengwi, Badung sudah sesuai dengan materi berdasarkan kurikulum yang berlaku yaitu KTSP.
c.         Perbedaan jenis kelamin pada Siswa Kelas VII SMP N 1 Mengwi, Badung tidak berpengaruh pada hasil penelitian.



















BAB II
KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

2.1    Kajian Pustaka
Di dalam subbab ini dikemukakan dan dikaji beberapa bahan pustaka (buku, artikel, majalah, dan laporan penelitian) yang memuat kajian-kajian tentang pembelajaran kosakata bahasa Bali yang ada relevansinya dengan penelitian ini. Di dalam kajian pustaka ini akan dikemukakan sebatas yang berkaitan dengan kemampuan menguasai kosakata berbahasa Bali.
Kajian ini diawali dengan tulisan Sumarsono, 1994, dengan judul bukunya “Kosakata, Program Prajabatan PGSD, Singaraja: Program Studi PGSD STKIP Negeri Singaraja” tentang pengertian kosakata yang digolongkan menjadi 2 bagian yaitu kosakata makro dan mikro.
Kajian berikutnya Hendry Guntur tarigan, yang berjudul “Pengajaran Kosakata”, diterbitkan Angkasa, Bandung tahun 1986. Di dalam buku ini Tarigan menyatakan kosakata itu tergolong kosakata dasar (basic vocabulary) dan materi kosa kata dasar itu merangkum 7 (tujuh) hal yaitu (1) tata istilah kekerabatan, (2) tata nama bagian tubuh, (3) Kata Ganti, (4) Kata Balingan, (5) kata kerja, (6) Kata Keadaan, (7) Kata Benda.
Kajian berikutnya I Gst Putu Antara 1994, dalam bukunya “Pengajaran Kosabasa Bahasa Bali” sebagai materi Penataran Guru-guru Bahasa Bali se-prov. Bali merangkumkan pengajaran kosakata bahasa Bali (BB) meliputi: ungkapan/idiom, homonym, makna kata, kata majemuk, homograf, sor singgih basa (tingkat-tingkatan bahasa), antonym, homofon, perluasan makna, sinonim, asal usul kata, dan penyempitan makna. Dan selanjutnya Gorys Keraf (1984:228) dalam bukunya “Tata Bahasa Indonesia, Ende, Nusa Indah”. Menyatakan penguasaan kosakata dengan semua aspek maknanya menunjukkan bahwa seseorang sudah menguasai sedemikian banyak ide semakin banyak kata yang dikuasai bersama semua maknanya, maka semakin banyak pula ide dikuasainya.
Buku-buku yang sudah diterbitkan, dan yang sudah penulis baca tersebut hanya menitik beratkan pada teori-teori tentang pembelajaran kosakata dan tidak membahas kemampuan siswa tentang tata cara mengukur kemampuan siswa dlam menguasai kosakata. Kemudian dari hasil laporan yang berupa skripsi-skripsi penulis belum mendapat data tentnag adanya judul penggunaan metode kontektual untuk meningkatkan penguasaan kosakata bahasa Bali. Sehingga penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang penggunaan metode kontektual untuk meningkatkan penguasaan kosakata bahasa Bali. Sehingga penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang penggunaan metode kontektual untuk meningkatkan penguasaan kosakata bahasa bali.
2.2    Pengertian Kosakata
Kosakata dalam bahasa Bali disebut dengan kosabasa, dalam bahasa Indonesia dikatakan itu sama dengan perbendaharaan kata, atau Vokabuler. Pengertian kosakata dibedakan menjadi 2 bagian yaitu kosakata makro dan kosakata mikro (Sumarsana, 1994:2). Kosakata secara makro adalah kosakata suatu bahasa merupakan produk dari masyarakat penuturnya sehingga cakupan pengertiannya menyangkut pembendaharaan kosakata suatu bahasa secara keseluruhan meliputi kata majemuk, ungkapan, majas, kata bersinonim, kata ulang, kata berimbuhan, kata dasar serta berbagai istilah dengan maknanya. Kosakata dalam pengertian ini biasanya dikumpulkan dalam bentuk kamus, tetapi tidak secara keseluruhan Kosakata suatu bahasa selalu berkembang dari jaman ke jaman. Sedangkan pengertian kosakata secara mikro, dalam hal ini, (Sumarsono, 1994:2) menyatakan bahwa secara mikro kosakata berarti keseluruhan pembendaharaan kata yang dikuasai oleh seseorang selaku penutur suatu bahasa. Seseorang atau selaku individu dapat dilihat sejauh mana pengusaan kosakatanya.
2.3    Kosakata Dasar
Kosakata dasar atau (Basic Vocabulary) adalah kata-kata yang tidak mudah diubah atau sedikit sekali kemungkinan dipungut dari bahasa lain. Ke dalam kosakata ini telah termasuk.
a)      Tata istilah kekerabatan    :  meme ‘ibu’, adi ‘adik’, misan ‘sepupu’, dsb.
b)      Tata nama bagian tubuh    :  irung ‘hidung’,  batis ‘kaki’, kuping ‘telinga’, dsb.
c)      Kata ganti                         :  tiang ‘saya’, ipun ‘dia, iba ‘kamu’, dsb.
d)     Kata bilangan                    :  sa ‘satu’, dua ‘dua’, selae ‘dua puluh lima’, satak ‘dua ratus’, dsb.
e)      Kata kerja                          :  tugel ‘potong’, jagur ‘pukul’, dsb.
f)       Kata keadaan                    :  berag ‘kurus’, mokoh ‘gemuk’, jegeg ‘cantik’, dsb.
g)      Kata benda                        :  yeh ‘air’, kraras ‘daun pisang kering’, dsb.
Berdasarkan uraian di atas jelaslah bahwa kosakata dasar adalah kata-kata dasar tidak mudah berubah yang paling dengan anak dan lingkungannya, dan sedikit kemungkinan dipungut dari bahasa asing. Pembelajaran kosakata di sekolah-sekolah akan mengacu pada rangkuman kosa kata ketujuh konsep Tarigan

2.4    Pengajaran Kosakata Bahasa Bali
Menurut Antara (1994:7) mengembangkan rangkuman pengajaran kosakata bahasa Bali (BB) meliputi: ungkapan/idiom, homonym, makna kata, kata majemuk, homograf, sor singgih basa (tingkat-tingkatan bahasa), antonym, homofon, perluasan makna, sinonim, asal usul kata, dan penyempitan makna. Contoh:

2.4.1        Sinonim (Lian Raos)
Terdiri dari sin ‘sama atau serupa’ dan akar kata onim ‘nama’ merupakan kata yang mempunyai makna yang sama atau hampir sama. Dengan kata lain sinonim adalah kata-kata yang mengandung makna pusat yang sama tetapi berbeda dalam nilai rasa. Atau kata-kata yang mempunyai denotasi yang sama tetapi berbeda dalam konotasi.
Contoh:
-          Wikan           = pradnyan, artinya pintar
-          Perantenan   = pewaregan, artinya dapur
-          Ngajengana  = merayunang, artinya makan

2.4.2        Tungkalikan (Antonim)
Lawan kata yang mengandung makna yang berkebalikan atau berlawanan. Contoh:
-  dharma / baik  x adharma / jahat
-  lunga / pergi    x budal / pulang
-  alit / kecil        x ageng / besar-  dueg / pintar    x          belog / bodo
2.4.3        Perluasan Makna dalam Bahasa Bali
Suatu proses perubahan makna kata dari lebih khusus ke yang lebih umum, atau yang lebih sempit ke yang lebih luas. Contoh :
-          Bapa arti semulam  “ayah kandung/bapa kandung” perluasannya yaitu asal anak muani ane suba tua (laki-laki tua), anak muani suba ngelah kurenan (sudah beristri).
-          Nyama arti semula saudara kandung, perluasannya timpal adesa (kerabat), dalam kalimat ‘Nyama-nyamane ajak makejang elingang bin mani semeng ngayah di banjar’.

2.4.4        Sor Singgih
Tingkatan-tingkatan basa Bali
Kosakata
Andap
Aso
Ami
Asi
Makan
Medaar
Nunas
-
Ngajeng




Merayunan
Mendengar
Ningeh
Miragi
-
Mireng
Datang
Teka
-
Rauh
-
Masih
Enu
-
Kari / Kantun
-, dsb


2.4.5        Perubahan Bunyi Tanpa Mengubah Arti

r – a

r – h
b - w
Irung – Idung
Pari – Padi
Jarum – Jahum
Babi – Bawi
Batu - Watu
Hidung
Padi
Jarum

Batu, dsb

2.4.6        Homonim dalam Bahasa Bali (BB)
Kata-kata yang sama bunyinya tetapi mengandung arti dan pengertian berbeda, contoh:
-          Aras
Arti I, aras = sentuh
Arti II, aras = cium
-          Aji
Arti I = mengetahuan, mantra
Arti II = harga
Arti III = bapa, ayah
-          Nukangin
Arti I = dados tukang
Arti II = enu bedangin

2.4.7        Homofon dalam Bahasa Bali
Kata-kata yang sama sebutannya tetapi berbeda ejaan dan maknanya, contoh:
-          Adi = adik
Adhi = utama, tinggi, atas
-          Kala = waktu, dauh
Khala = makhluk jahat, raksasa
-          Mata = penyingakan, mata
Matta = galak, gembira, gila
-          Pala = bahu, tangan
Phala = buah, hasil



2.4.8        Homograf dalam Bahasa Bali
Kata-kata yang sama ejaannya dan mempunyai sebutan yang berbeda, Contoh :
Kecap [ẻ]                        =       bumbu masak cair berwarna hitam
Kecap                             =       terasa, mencicipi

Kaper [ẻ]                        =       menendang ke sebelah
Kaper                             =       be kaper / ikan kaper

Cengceng [ẻ]                  =       adan gegambelan gong
Cengceng                       =       kuat, kukuh

2.4.9        Makna Kata Kias (Paribahasa)
Contoh : Nyangkling lima, artinya tusing nyak matetulung, lengit, (malas).
Kantong tuh artinya tusing ngelah pipis (tidak punya uang).

2.4.10    Kosakata Bahasa Bali : Berasal dari Bahasa Negara Lain.

Kosakata BB
Etimologi
Asal Negara / Daerah Lain
Arti BI
Balon
Persekot
Perlopeh
Stok
Telepon
Mesin
Cek
Sopir
Kernet
Istri
Istana
Jaya
Satru
Wana
Rambut
(balloon)
(voorsehot)
(voorloping)
(stock)
(telephone)
(machine)
(cheque)
(chanffeur)
(cherneveht)
(sthri)
(sthna)
(jay)
(satru)
(wana)
(rambut)
Belanda
Belanda
Belanda
Inggris
Inggris
Inggris
Prancis
Prancis
Prancis
Sansekerta (India)
Sansekerta (India)
Sansekerta (India)
Jawa Kuno
Jawa Kuno
Jawa Kuno
Balon
Uang muka
Jaminan
Cadangan
Telpon
Mesin
Cek
Pengemudi
Kenek
Istri
Istana
Menang
Musuh
Hutan
Rambut





2.5    Pengajaran Kosakata Bahasa Bali di SMP
Memperlihatkan Kurikulum Standar Kompetensi Muatan Lokal Wajib Bahasa Bali yang dikeluarkan oleh Diknas. Prov. Bali adalah mata pelajaran Bahasa bali merupakan kerangka standar komptensi yang harus diketahui dan dilakukan oleh siswa pada setiap tingkatan. Kerangka ini disajikan dalam empat komponen utama, yaitu (1) Standar Kompetensi, (2) Kompetensi Dasar, (3) Indikator, (4) Materi Pokok. Dalam komponen-komponen standar kompetensi itu disajikan secara korelatif dan terpadu, yaitu: menyimak, membaca, berbicara, menulis, serta apresiasi sastra. Materi pokok dalam pelajaran bahasa Bali merupakan bahan minimal yang harus dikuasai siswa. Oleh karena itu sekolah atau guru dapat mengembangkan, menggabung, atau menyesuaikan bahan yang disajikan dengan situasi dan kondisi setempat. Misalnya, kompetensi dasarnya membaca cepat, indikatornya adalah menemukan kata serta maknanya dengan cepat dalam kamus. Sehingga materi pokoknya adalah Kamus Bali Indonesia, Kamus Indonesia dan sebagainya.
Pengajaran Kosakata BB siswa juga dituntun untuk memahami ragam kosakata BB. Ragam kosakata dalam bahasa Bali dapat dilihat pemakaiannya dari luasnya wilayah, ragam kosakata BB, keragaman aspek social, unsur seni, adat, agama dll (Antara, 1994:4). Misalnya ragam pemakaian dan keberadaan wilayah kosakata BB.
-          Daerah pantai
-          Daerah dataran rendah
-          Daerah dataran tinggi (pegunungan)
-          Daerah gunung
Masyarakat Bali pada dewasa ini penguasaan kosakatanya sudah mengalami perubahan seiring dengan perkembangan jaman dan pengaruh globalisasi. Misalnya masyarakat suku Bali yang masih muda apalagi yang hidup di kota akan mulai jarang mengucapkan kata-kata seperti nyangket ‘tersandung/tersangkut’, nyangket (nyangkət) ‘melekat’, pongpongan ‘buah kelapa yag dimakan tupai’, semprong ‘alat untuk meniup api di tungku’ yang keberadaan kosakata ini hilang karena orang-orang sekarang banyak memakai kompor, alat-alat pembajak tradisional yang memakai sapi, lama-lama akan hilang karena digantikan dengan traktor.

2.6    Hakikat Penguasaan Kosakata
Penguasaan kosakata erat kaitannya dengan pemakaian kosakata itu sendiri. Karena penguasaan kosakata oleh seseorang menunjukkan bahwa orang tersebut telah mampu memahami maknanya maknanya dan mampu sewaktu-waktu menggunakannya. Penguasaan kosakata merupakan aspek kebahasaan yang sangat penting. Penguasaan kosakata dengan semua aspek maknanya menunjukkan bahwa seseorang sudah menguasai sedemikian banyak ide seperti dikemukakan oleh Gorys Kerap (1984:228) sedemikian banyak kata yang dikuasai bersama semua maknanya, maka sedemikian banyak pula ide dikuasainya.

2.7    Penggunaan Metode Konstektual dalam Penguasaan Kosakata
Definisi yang mendasar tentang pembelajaran kontekstual adalah konsep belajar, dimana guru menghadirkan dunia nyata ke dalam kelas dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari. Dalam jangka panjangnya hasil pembelajaran diharapkan lebih bermakna bagi anak untuk memecahkan persoalan, perpikir kritis, dan menarik suatu simpulan.
Kontekstual juga merupakan suatu konsep pembelajaran yang membantu guru mengaitkan materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata (context) dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimiliki dengan penerapannya dalam kehidupan sebagai anggota keluarga, warga Negara, dan tenaga kerja (Depdikbud: 2002).
Pembelajaran kontekstual adalah pembelajaran yang terjadi dalam hubungan yang erat dengan pengalaman siswa sesungguhnya. Proses pembelajaran berlangsung ilmiah dalam bentuk kegiatan siswa mengalami bukan transfer pengetahuan dari guru ke siswa. Dalam konteks ini, siswa perlu mengerti apa makna belajar, apa manfaatnya, dalam status apa mereka, dan bagaimana mencapainya. Dengan begitu mereka memposisikan sebagai diri yang memerlukan suatu bekal untuk hidupnya nanti. Mereka mempelajari apa yang bermanfaat bagi dirinya dan berupaya menggapainya. Dalam upaya itu mereka memerlukan guru sebagai pengarah dan pembimbing (Depdikbud, 2002:2).
Dalam kelas kontekstual, tugas guru adalah membantu siswa untuk mencapai tujuannya. Maksudnya, guru lebih banyak berurusan dengan strategi daripada memberi informasi. Tugas guru mengelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja bersama untuk menemukan sesuatu yang baru bagi anggota kelas (siswa). Sesuatu yang baru (pengetahuan dan keterampilan) datang dari “menemukan sendiri” bukan dari apa kata guru. Begitulah peran guru di kelas yang dikelola dengan pendekatan kontekstual.
Kontekstual merupakan strategi pembelajaran, sama halnya dengan strategi pembelajaran yang lain, kontekstual dikembangkan dengan tujuan agar pembelajaran berjalan lebih produktif. Pendekatan kontekstual dapat dijalankan tanpa harus mengubah kurikulum dan tatanan yang ada.

2.7.1        Alasan Pembelajaran Kontekstual
Ada beberapa alas an yang termuat dalam metode pembelajaran kontektual, yaitu:
  1. Ada kecenderungan dalam dunia pendidikan dewasa ini untuk kembali pada pemikiran bahwa anak akan belajar lebih baik jika lingkungan diciptakan secara alamiah. Belajar akan lebih bermakna jika anak “mengalami’ sendiri apa yang dialaminya.
  2. Pembelajaran yang berorientasi target penguasaan materi terbukti berhasil dari kompetensi, tetapi gagal dalam membekali anak memecahkan persoalan.
  3. Akan mendorong sebagian siswa untuk tetap tertarik dan terlibat dalam kegiatan pendidikan.
  4. Penerapan kontektual dapat meningkatkan keterampilan komunikasi siswa, akan membantu lebih banyak siswa untuk secara penuh terlibat dalam kegiatan pendidikan.
  5. Penerapan kontekstual dapat meningkatkan pemahaman siswa tentang berbagai isu yang dapat bepengaruh terhadap masyarakat.


2.7.2        Kunci Dasar Pembelajaran Kontekstual
Ada enam kunci dasar dari pembelajaran kontekstual, sebagai berikut :
  1. Pembelajaran bermakna : pemahaman dan penalaran sangat terkait dengan kepentingan siswa dalam mempelajari isi materi pelajaran.
  2. Penerapan pengetahuan : adalah kemampuan siswa untuk memahami apa yang dipelajari dan diterapkan dalam tatanan kehidupan dan fungsi dimasa sekarang atau dimasa yang akan datang.
  3. Berfikir : siswa diwajibkan untuk memanfaatkan berfikir kreatifnya dalam pengumpulan data, pemahaman suatu isu dan pemecahan suatu masalah.
  4. Kurikulum yang dikembangkan berdasarkan standard : isi pembelajaran harus dikaitkan dengan standard local, provinsi, nasional, perkembangan iptek serta dunia kerja.
  5. Responsif terhadap budaya : guru harus memahami dan menghargai nilai, kepercayaan, dan kebiasaan siswa, teman, pendidik dan masyarakat, dan masyarakat tempat ia mendidik.
  6. Penilaian autentik: penggunaan berbagai strategi penalarannya yang akan merefleksikan hasil belajar sesungguhnya.

2.7.3        Fokus Pembelajaran Kontekstual
Pembelajaran kontekstual menempatkan siswa di dalam konteks bermakna yang menghubungkan pengetahuan awal siswa dengan materi yang sedang dipelajari dan sekaligus memperhatikan factor kebutuhan individual siswa dan peranan guru. Sehubungan dengan itu maka pendekatan pengajaran kontekstual harus menekankan pada hal-hal berikut :
  1. Belajar berbasis masalah, yaitu suatu pendekatan pengajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi siswa untuk belajar tentang berfikir kritis dan keterampilan pemecahan masalah, serta untuk memperoleh pengetahuan dan konsep yang penting dari materi pelajaran.
  2. Pengajaran autentik, yaitu pendekatan pengajaran yang memperkenankan siswa untuk mempelajari konteks bermakna.
  3. Belajar berbasis tugas yang membutuhkan suatu pendekatan pengajaran dimana lingkungan belajar siswa didesain agar siswa dapat melakukan penyelidikan terhadap masalah autentik termasuk pendalaman materi dari suatu topic mata pelajaran.
  4. Belajar kooperatif yang memerlukan pendekatan pengajaran melalui penggunaan kelompok kecil siswa untuk bekerja sama dalam mencapai tujuan belajar.

2.7.4        Strategi Umum Pembelajaran Kontekstual
Strategi bagi pendidik dalam rangka penerapan pembelajaran kontekstual, yaitu :
    1. Hubungan : belajar dikaitkan dengan konteks pengalaman okehidupan nyata.
    2. Pengalaman : Belajar ditekankan kepada penggalian, penemuan, dan penciptaan.
    3. Penerapan : Belajar bilamana pengetahuan dipresentasikan di dalam konteks pemanfaatannya.
    4. Kelompok : Belajar melalui konteks komunikasi sesame siswa, pemakaian bersama dan sebagainya.
    5. Pemindahan pengetahuan : Belajar melalui pemanfaat  pengetahuan di dalam situasi atau konteks baru.

2.7.5        Kerangka Berpikir
Pembelajaran kontekstual menekankan pada pembelajaran yang berdasarkan pada situasi yang nyata (context). Siswa diarahkan pada penguasaan materi yang dekat dengan lingkungan anak. Ini berarti anak diajarkan materi yang sifatnya konkret. Dengan penguasaan materi yang bersifat nyata (context), maka siswa sudah tentu lebih cepat memahami materi yang diajarkan. Kalau pemahaman materi lebih cepat dipahami, maka prestasi belajar siswa khususnya kemampuan menguasai kosakata bahasa Bali juga semakin baik.
Berdasarkan uraian di atas, dapat diduga bahwa penerapan metode kontekstual akan dapat meningkatkan kemampuan menguasai kosakata pada siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Mengwi, Badung tahun pelajaran 2009/2010

2.8    Hipotesis Tindakan
Secara etimologi kata hipotesa berasal dari dua kata, yaitu “hipo” artinya “di bawah” dan “thesa” artinya “kebenaran” atau “pendapat”. Selanjutnya penulisannya menjadi hipotesis menurut ejaan bahasa Indonesia yang dipengaruhi. Menurut maknanya dalam suatu penelitian hipotesis merupakan “jawaban sementara” atau kesimpulan yag diambil untuk menjawab permaslaahan yang dilakukan dalam penelitian (Mardalis, 2006.:47).
Hipotesa adalah kesimpulan (conclusion) sementara terhadapa permasalahan yang dilakukan oleh peneliti (Joko Sobagyo, 2004:15). Jadi hipotessis adalah jawaban sementara terhadap permasalahan dalam penelitian yang masih perlu didukung oleh data yang dapat dibuktikan kebenarannya.
Hipotesis dalam penelitian ini adalah bahwa penerapan metode kontekstual dpaat meningkatkan penguasaan kosakata kelas VII SMP Negeri 1 Mengwi, Badung Tahun Pelajaran 2009/2010.

















BAB III
METODE PENELITIAN

Dalam suatu penelitian, metode merupakan syarat utama bagi seorang peneliti, lebih-lebih penelitian yang bersifat ilmiah. Tercapai tindaknya tujuan penelitianbergantung kepada metode yang digunakan.
Metode penelitian adalah metode yang dipergunakan dalam mengadakan kegiatan penelitian diberbagai bidang ilmu pengetahuan. Metode adalah berasal dari kata “metodos” dari bahasa yunani. Bila ditinjau dari segi etimologinya, kata methodos berasal dari dua akar kata, yaitu metha dan hodos. Metha artinya dilalui dan hodos artinya jalan. Jadi dapat kita artikan bahwa metode berarti jalan yang harus dilalui untuk mencapai tujuan (Netra. 1979:1).
Menyadari pentingnya peranan metode dalam kegiatan ilmiah, maka dalam penelitian ini digunakan beberapa metode : (1) metode pentuan subjek penelitian, (2) metode pendekatan subjek penelitian, (3) metode pengumpulan data, dan (4) metode pengolahan data.
3.1    Metode Penentuan Subjek Penelitian
Netra (1979:20) menyatakan subjek penelitian adalah : “Setiap individu yang akan kita diselidiki pengertian individu termasuk manusia, hewan, tumbuh-tumbuhan maupun benda-benda”.
Berdaasarkan pengertian di atas yang dimaksud dengan individu hanya terbatas pada manusia. Subjek penelitian yang dimaksud dalam penelitian ini adalah siswa kelas VII SMP N 1 Mengwi Badung tahun Pelajaran 2009/2010 yang berjumlah 117 orang yang terdiri atas 51 putri dan 66 putra. Arikunto (1993:107) mengemukakan seperti berikut :
Untuk sekedar ancer-ancer, maka apabila subjek kurang dari 100, lebih baik diambil semua sehingga penelitiannya merupakan penelitian populasi. Selanjutnya jika jumlah subjeknya besar dapat dapat diambil antara 10-15%, atau 20-25% atau lebih, tergantung setidak-tidaknya dari:
a)      Kemampaun peneliti dilihat dari segi waktu, tenaga, dan dana.
b)      Sempit luasnya wilayah pengamatan dari setiap subjek, karena hal ini menyangkut banyak sedikitnya data.
c)      Besar kecilnya resiko yang ditanggung oleh peneliti, untuk penelitiannya yang resikonya besar, tentu saja jika sample lebih besar hasilnya akan lebih banyak.


Berdasarkan pendapat Arikunto di atas, dalam penelitian ini mengambil semua subjek penelitian yang ada yaitu 117 orang, sehingga penelitian ini menggunakan penelitian populasi. Untuk lebih jelasnya populasi dalam penelitian ini dapat dilihat dalam table berikut :
Tabel 3.1 Data Populasi Siswa Kelas VII SMP Negeri 1 Mengwi, Badung Tahun Pelajaran 2009/2010.






Nama Sekolah
Kelas
Jenis Kelamin
Jumlah
Putra
Putri
SMP Negeri 1 Mengwi, Badung
VIII A
VIII B
VIIIC
22
26
18
17
13
21
39
39
39
Jumlah
66
51
117


3.2    Metode Pendekatan Subjek Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian adlah metode pendekatan empiris. Metode pendekatan empiris merupakan suatu pendekatan, dimana data yang diteliti sudah ada secara wajar sehingga tidak usah lagi membuat gejala baru (Netra. 1979:35). Gejala wajar yang dimaksud dalam penelitian ini adalah siswa kelas VIII yang akan diteliti sudah ada di SMP Negeri 1 mengwi. Kewajaran ini berlangsung dalam suasanan proses mengajar belajar pada waktu siswa mendapat mata pelajaran Muatan Lokal Bahasa Daerah Bali.

3.3    Rosedur Tindakan Kelas
Penelitian Tindakan Kelas (PTK) secara procedural adalah dilaksanakan secara partisipatif atau kolaborasi (guru, dosen dengan tim lainnya). Tim ini harus bekerjasama mulai dari tahap orientasi dilanjutkan penyusunan rencana tindakan dilanjutkan pelaksanaan tindakan dalam siklus pertama, diskusi-diskusi yang bersifat analitik yang kemudian dilanjutkan kepada langkah-langkah refleksi-evaluatif atas kegiatan yang telah dilakukan pada siklus pertama, untuk kemudian mempersiapkan rencana modifikasi, koreksi, atau pembetulan, atau penyempurnaan pada siklus dan seterusnya.
Dari keterangan di atas, prosedur tindakan yang harus dilakukan oleh peneliti adalah ; 1) Mengidentifikasi permasalahan umum, 2) Mengadakan pengecekan di lapangan, 3) Membuat perencanaan umum, 4) Mengembangkan Tindakan pertama, 5) Mengobservasi, mengamati, mendiskusikan tindakan pertama, 6) Refleksi-evaluatif, dan merevisi untuk perbaikan pada siklus kedua.

3.3.1        Rincian Prosedur Tindakan
Penelitian ini dirancang dalam bentuk penelitian tindakan kelas yang bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar pada pembelajaran kosakata pada siswa kelas VII SMP Negeri 1 Mengwi. Rancangan tindakan ini dibagi dalam beberapa siklus, yang terdiri dari empat tahap kegiatan, yaitu rencana, tindakan, observasi dan evaluasi/refleksi.
                                                                                   
3.3.2        Tahap Perencanaan
Tahap perencanaan dilakukan pada setiapawal siklus yang dirancang berdasarkan hasil refleksi pada tiap siklus sebelumnya. Refleksi pembelajaran siklus pertama difokuskan pada tiga kategori yaitu: (1) Refleksi pada tahap perencanaan pembelajaran, (2) Refleksi pada tahap pelaksanaan pembelajaran kosakata, yakni : tahap pembelajaran kontekstual; tahap paska pembelajaran kontekstual. (30 Refleksi pada hasil pembelajaran kontekstual.
Perencanaan tindakan yang dilakukan pada tahap ini meliputi :
  1. Penyusunan  rancangan pembelajaran (satuan pelajaran) yang meliputi materi yang akan diberikan selama pelaksanaan penelitian yang dituangkan dalam rencana pelaksanaan pembelajaran serta fasilitas penunjang pembelajaran berupa buku paket, buku penunjang dan media yang relevan dengan materi pelajaran.
  2. Penyusunan alat evaluasi siswa dalam siklus I dan siklus II berbentuk essay. Tes ini digunakan untuk mengetahui permasalahan kosakata yang belum maupun yang sudah diketahui siswa.

3.3.3        Tahap Pelaksanaan Kegiatan
Tindakan pembelajaran kontekstual mengenai kosakata yang dirancang dalam refleksi siklus tertentu digunakan sebagai acuan dalam menentukan perbaikan tindakan pada siklus berikutnya. Sedangkan hasil refleksi siklus II nantinya digunakan sebagai acuan untuk rencana tindak lanjut pada pembelajaran selanjutnya. Pada tahap pelaksanaan tindakan dilakukan kegiatan-kegiatan sebagai berikut:
  1. Membentuk kelompok-kelompok belajar dengan anggota 4-5 orang siswa.
  2. Langkah-langkah pelaksanaan tindakan yang akan diterapkan tertuang dalam rencana pemebaljaran. Penyampaian materi pelajaran sesuai dengan strategi pembelajaran kontekstual.
  3. Menutup pelajaran dengan membuat rangkuman, melakukan pada akhir pembelajaran dan menekankan kembali pokok-pokok materi yang penting dan menyinggung materi kajian berikutnya.

3.3.4        Tahap Observasi/Evaluasi
Melalui observasi dapat diketahui bagaimana sikap dan prilaku siswa pada saat berlangsungnya proses pembelajaran. Pada tahapan ini dilakukan kegiatan yang ada kaitannya dengan proses dan hasil belajar siswa yang meliputi :
  1. Pengamatan terhadap aktivitas siswa dalam proses pembelajaran.
  2. Pengamatan terhadap kesungguhan siswa dalam proses pembelajaran siswa di dalam kelas.
  3. Pengamatan terhadap interaksi antara siswa dengan siswa atau siswa dengan guur.
  4. Pengamatan dan pencatatan terhadap keberanian siswa untuk bertanya dan mengemukakan pendapat serta dalam menjawab pertanyaan.
  5. Memberikan tes pda setiap akhir siklus untuk memeperoleh data tentang hasil pembelajaran.

3.3.5        Tahap Refleksi
Refleksi dilakukan menjelang berakhirnya kegiatan pada siklus. Kegiatan refleksi ini dilakukan dengan menyaring kesan siswa terhadap metode yang digunakan dalam proses pembelajaran dan ini dilakukan setiap akhir pelajaran. Tujuannya adalah untuk memperoleh umpan balik dan perbaikan serta penemuan unsur-unsur yang menguatkan. Kegiatan refleksi ini juga dilakukan untuk mengkaji pelaksanaan dengan melihat hambatan-hambatan yang dialami dalam siklus sebelumnya dan factor penyebab hambatan tersebut, kemudian mencari jalan pemecahan untuk merencanakan perbaikan yang akan dilaksanakan pada siklus berikutnya.

3.4    Metode Pengumpulan Data dan Instrumen Penelitian
Data yang diharapkan dalam penelitian ini adalah data tentang prestasi belajar dan hasil belajar, maka digunakan metode tes, dan untuk mengetahui sikap aktivitas dan antusias anak dalam penggunaan media belajar yang berupa wacana digunakan metode wawancara, sedangkan untuk mengetahui sikap positif dan negative terhadap pelaksanaan proses belajar mengajar, digunakan metode observasi. Jadi tes di sini adalah untuk mengetahui atau memperoleh gambaran prestasi siswa. Melalui tes tersebut peneliti ingin mengetahui apakah proses belajar mengajar yang telah dilakukan berhasil atau mengalami kegagalan.
Instrument tes yang diperlukan terdiri dari tes dianostik yang digunakan untuk mengetahui masalah kosakata yang sudah diketahui siswa tes siklus I dan tes siklus II untuk keberhasilan belajar siswa penggunaan metode tes bertujuan untuk memperoleh data secara objektif tentang penggunaan metode kontekstual dalam penbelajaran kosakata bahasa Bali untuk siswa kelas VII SMP Negeri 1 Mengwi Tahun Pelajaran 2009/2010, dengan waktu yang disediakan untuk mengerjakan tes tersebut adalah 70 menit (2 jam pelajaran). Adapun criteria penilaian keberhasilan siswa dalam belajar kosakata, yaitu apabila siswa mampu :
a.       Menemukan kata/istilah dalam kosakata,
b.      Menjelaskan kata/istilah tersebut,
c.       Membuat kalimat dengan kata/istilah yang telah ditemukan itu.
Tabel 3.2 Tabel Rentangan Nilai Kemampuan Memahami Kosakata Bahasa Bali untuk siswa kelas VII SMP Negeri 1 Mengwi.
Variabel
Kemampuan/Aspek yang dinilai
Rentangan Nilai
1
2
3
Kemampuan
Memahami kosakata bahasa Bali
1.    Menemukan kata / istilah dalam kosakata
2.    Menjelaskan kata/istilah tersebut
3.    Membuat kalimat dengan kata/istilah yang telah ditemukan itu
1-4

1-4

1-4

Jumlah SMI
12

Keterangan :
Skor 4     :     Baik sekali (90-100)                   Skor 2        :     Cukup (60-74)
Skor 3     :     Baik (75-89)                               Skor 1        :     Kurang (0-59)

3.5    Metode Pengolahan Data / Analisis Data
Dalam melaksanakan kegiatan pengolahan data ada suatu cara yang digunakan yaitu dengan metode pengolahan data atau analisis data. Metode pengolahan data adalah suatu cara yang digunakan untuk mengolah data hasil penelitian. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode statistik deskriptif.
Sesuai dengan metode yang digunakan dalam mengolah data penelitian ini, maka ditempuh langkah-langkah sebagai berikut :
1)      mengubah skor mentah menjadi skor standar, lagkah-langkah :
a.       menentukan Skor Maksimal Ideal (SMI)
b.      membuta pedoman konversi.
2)      menentukan criteria predikat;
3)      mencari skor rata-rata


3.5.1        Skor Mentah Menjadi Skor Standar
Dalam mengubah skor mentah menjadi skor standar ini langkah-langkah yang harus dilalui adalah:
1)      Menentukan Skor Maksimal Ideal
Skor Maksimal ideal adlaah jumlah skor tertinggi yang diperoleh berdasarkan pedoman penilaian. Berdasarkan jumlah aspek yang dinilai dan rentangannya, maka Skor Maksimal Ideal dari kemampuan menguasai kosakata dlaam penelitian ini adalah 12.

2)      Membuat Pedoman Konversi
Pedoman konversi yang digunakan dalam mengubah skor mentah menjadi skor standar dengan menggunakan norma absolute adalah didasarkan atas tingkat penguasaan terhadap bahan yang disajikan. Tingkat penguasaan atau tingkat kemampuan siswa dalam memahami kosakata akan tercermin pada tinggi rendahnya skor mentah yang dicapai. Pedoman konversi yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan norma absolute seratus (persentil) digunakan rumus sebagai berikut :
X
P =             x 100
SMI
Keterangan :
P       =    Persentil
X      =    Skor yang dicapai
SMI  =    Skor Maksimal Ideal (Nurkencana, 1992:99)
Misalnya seorang pengukur tes tersebut mendapat skor mentah 12, maka skor standar pengikut tes  tersebut dapat dihitung sebagai berikut :

X
P =             x 100
SMI

12
P =             x 100
  12
= 100




3.5.2        Menentukan Kriteria Predikat

Selanjutnya untuk mengetahui tingkat kemampuan menggunakan kosakata, digunakan kriteria predikat yang sering digunakan dalam raport SMP sebagai berikut :




Tabel : 3.3. Kriteria Predikat Kemampuan Menggunakan Kosakata Berbahasa Bali

Skor Standar
Predikat
1
2
90-100
75-89
6074
0-59
A = Baik Sekali
B = Baik
C = Cukup
D = Kurang
(Depdiknas, 2006)

3.5.3        Mengelompokkan Prestasi Siswa
Setelah skor standart dan predikat kemampuan siswa ditentukan, selanjutnya kemampuan siswa tersebut dikelompokkan berdasarkan jumlah prosentasenya. Misalnya, berapa orang atau berapa persen yang mendapat nilai 60, berapa orang yang mendapat nilai 70, dan seterusnya.

3.5.4        Mencari Skor Rata-rata
Untuk menghitung skor rata-rata digunakan rumus sebagai berikut :

Me  =   Σ xi
       n

Keterangan :

Me    =    mean (rata-rata)
Σ       =    Apsilon (baca jumlah)
xi      =    Nilai x ke-I sampai n
n       =    jumlah individu









DAFTAR PUSTAKA

Antara, IGst. Putu, 1994. Pengajaran kosabasa Bahasa Bali tingkat SLTA, Denpasar. Materi Penataran Guru-guru Bahasa Bali.
Arikunto, Suharmini, 1997. Prosedur Penilaian suatu Pendekatan Praktik, Jakarta : Rineka Cipta.
Sumarsono, 1994. Kosakata program prajaatan PGSD, Singaraja. Prog. Studi PGSD STKIP Negeri Singaraja.
Suasta, Ida Bgs. Made. 2004. Sor Singgih Basa(Kosabasa Kruna Basa Bali). Denpasar.
Agung, A.A.Gede, 1997. Pengantar Evaluasi Pengajaran. Singaraja : STKIP Singaraja.
Arikunto, SUharsini, dkk. 2006. Penelitian Tindakan kelas. Jakarta :PT Bumi Aksara.
Tarigan, Henry Guntur, 1986.Pengajaran Kosakata,Badung:CV. Angkasa.
Depdikbud, 1994. Kurikulum Muatan Lokal Bahasa Daerah.
Depdiknas. Ditdik (2002). Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah; Pembelajaran dan Pengejaran Kontekstual. Jakarta.
Depdiknas, 2002. Konsep Pendidikan Berorientasi Kecakapan Hidup melalui Pendekatan Pendidikan berbasis Luas. Bahan Workshop Sosialisasi Program Pendidikan Menengah Umum.
Departemen Pendidikan Nasional republic Indonesia, 2003. Pendekatan Kontekstual (Contekstual teaching and learning).Jakarta.
Departemen Pendidikan Nasional, 2003. Undang-undang Republik Indonesia tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta.
Erman, 2002. Pembelajaran Berbasis CTL (Contextual Teaching and Learning). Malang.
Ibrahim, M., dkk. 2002. Pembelajeran Kooperatif. Surabaya: Penerbit Universitas Negeri Surabaya.
Nasution, 1995, Dikdatik Azas-Azas Mengajar, Jakarta: Bumi Aksara.
Netra, Ida Bagus, 1974. Metode Penelitian, Biro Penelitian dan Penelitian Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Singaraja : Universitas Udayana.
Nurhadi, Burhan Yasin dan A.G. Senduk. 2004. Pembelajaran Kontekstual dan Penerapan dalam KBK. Malang : UM Press.
Nurkancana, I Wayan dan PPN Sunartana, 1981, Evaluasi Pendidikan, Surabaya : Usaha Pendidikan.
Kristiani, Ninik, 2007. Penelitian Tindakan Kelas. Malang : P4TK dan IPS.









TES KEMAMPUAN MENGUASAI KOSAKATA BAHASA BALI
SISWA KELAS VII SMP NEGERI 1 MENGWI, TAHUN PELAJARAN
2009/2010
 



Lampiran      :     02

LEMBAR JAWABAN

Nama            :                                                        Kelas                  :
No                :                                                        Tanda Tangan       :

No
JAWABAN
SKOR
1


2


3


4


5


6


7


8


9


10


No
JAWABAN
SKOR
11


12


13


14


15


16


17


18


19


20



LEMBAR PENILAIAN MENGUASAI KOSAKATA BERBAHASA BALI
SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 1 MENGWI, TAHUN PELAJARAN
2009/2010

Nama Siswa ………………….
NO
ASPEK YANG DINILAI
SMI
SKOR YANG DIPEROLEH
1
Menentukan kata / istilah dalam Kosakata
1-4

2
Menjelaskan kata / istilah tersebut
1-4

3
Membuat kalimat dengan kata / istilah yang telah ditemukan itu
1-4


Jumlah
12













Posting Komentar untuk "proposal PTK"