CERITA RAKYAT DESA BUWIT KEDIRI



Cerita Rakyat di Desa Buwit
I.          Tradisi Ngaben dan Mitos Pohon Beringin di Desa Buwit

Tidak seperti desa pada umumnya, desa Buwit memiliki beberapa keunikan dalam hal adat istiadatnya. Salah satu diantaranya yaitu tradisi ngaben. Di desa ini terdapat dua setra yaitu setra desa adat buwit (setra Gede) dan setra Dalem Kelakahan. Keunikan di setra Gede yaitu tidak boleh meapi-api (menyalakan api), sehingga upacara ngaben di setra ini tidak boleh mempergunakan api (geni) melainkan hanya berupa simbolis (mayat tidak dibakar) (Ngasta Siwa Pertiwi). Makam di setra ini tidak menggunakan batu nisan, hanya mempergunakan penanda sederhana berupa bambu dan berisi sanggah Surya. Lain halnya di setra Dalem Kelakahan, upacara ngaben dilakukan dengan cara membakar jenazah seperti halnya ngaben di desa-desa lain.

Pura Dalem di Desa Buwit 
Description: https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh6O4nccUi6_Tk-mf9Nw8Z4UMCZhjnuDDj1DvhpxczqZLDtlNlRKcKHBPqZP7mrxPNIbJcWrLDvEacseewJv7j5ycLic7u4xd3CS0mBjt6SCxdFlb3GPl7DxOa6YTDUe3uDUqVbeiiB0IIe/s320/design-1-part-2-copy.jpg
Description: https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiSBEvzzTh89Gw6oUFKIUSaJ9DRw8oqAHtMbA5yykGuKQ0MRiv138xmJUm5p_tDLMooNr0EB3_HPJq-28feqEazoEfS5SE6Nt6HSXnYXzn-DRhGc8e2mj78UeeunDCG2z9D65AHz84wC9Dw/s320/GSG.jpg

Seperti di desa lainnya, di desa Buwit juga terdapat Pura Kahyangan Tiga yaitu Pura Dalem, Pura Desa, dan Pura Puseh. Uniknya, di desa ini terdapat dua Pura Dalem yaitu Pura Dalem Desa dan Pura Dalem Kelakahan. Selain itu terdapat Pura Semedangka (pura yang diusung oleh sebagian masyarakat saja), yaitu Pura Semadi (piodalannya jatuh pada hari Buda Kliwon Masalah), Pura Ratu Gede Anom (piodalannya jatuh pada Purnama Kapat), Pura Batan Bingin (piodalannya jatuh pada hari Buda Cemeng Ukir), Pura Agung (piodalannya jatuh pada Sukra Paing Pahang), Pura Pasek (piodalannya jatuh pada Buda Cemeng Merakih), Pura Penataran, Pura Merajapati, Pura Melanting, dan Pura Anyar. Ada kepercayaan bahwa orang yang menikah tidak boleh melintasi Pura Batan Bingin. Mitosnya, apabila mereka yang melangsungkan pernikahan melintasi Pura ini, maka kehidupan rumah tangganya tidak akan harmonis.

Di hari piodalan di Pura Dalem Desa yang jatuh pada hari Soma Manis Tolu, terdapat tradisi ‘ngunying’ (napak pertiwi) yang dilaksanakan setahun sekali tepatnya pada purnama kapat. Pada saat upacara ngunying berlangsung, suasana mistis dan sakral sangat terasa ketika banyak orang (pemedek) yang mengalami kerasukan (kelinggian) Ida Bhatara sasuwunan di pura tersebut. Suasana terasa sangat mencekam saat orang-orang yang mengalami kerasukan berteriak dan menari-nari. Upacara ini berlangsung cukup lama, dan saat upacara usai, kondisi kembali tenang. Ini merupakan pengalaman pertama kami melihat tradisi seperti ini secara langsung.

Selain itu hal unik lain yang kami temukan adalah persembahyangan di Pura Desa dan di Pura Puseh, yang dilakukan menghadap ke arah Barat karena pelinggih di Pura Desa dan Pura Puseh menghadap ke timur. Hal ini sangat jarang ditemukan di tempat lainnya. Umumnya persembahyangan dilakukan menghadap ke timur atau ke utara. Tidak ada penjelasan mengenai hal ini, namun menurut Bendesa adat desa Buwit, dahulunya desa Buwit yang masih dikuasai oleh Raja Kaba-Kaba membuat aturan ini tanpa ada yang tahu apa alasannya.

II. Mitos Pohon Beringin Desa Buwit


Desa ini menyimpan beberapa kisah yang unik dimana masyarakatnya memiliki kepercayaan secara turun-temurun dan diyakini kebenaranya. Salah satunya ada kepercayaan bahwa masyarakatnya tidak memelihara babi betina (bangkung). Masyarakatnya mempercayai bahwa secara niskala, di Pura Rare Angon terdapat pelinggih Ida Bhatara yang memiliki babi, kuda, dan lain sebagainya. Hari piodalan di pura ini yaitu pada hari tumpek kandang. Apabila masyarakat memelihara babi betina (bangkung) maka babi tersebut akan mati. Bahkan masyarakat desa ini yang mencoba memelihara babi betina (mengawinkan babi) di luar desa ini pun tetap tidak berhasil. Hal ini kemudian menjadi kepercayaan masyarakat desa bahwa meraka tidak bisa mengembangbiakkan babi baik di desa maupun di luar desanya. Jadi, jika masyarakat ingin memelihara babi, maka mereka dapat membeli bibit babi, tanpa mengembangbikan atau mengawinkannya. 
Description: https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEizvXNkQqrhXgKAhnDT1UEOxyHTqUh6Ir5FNroGKxio2YkVcJN1Yjf40CeIZQ7_Km0posxBVjorp4GSXwHns2YwHau3bZ2oIPtNPY8lqpYS9j4oFvl3AydRoF2FXrApB-ApGd75QELvyb9S/s320/DSC05896.JPG

Kepercayaan lainnya yang masih dianut oleh masyarakat adalah tidak boleh ‘nyuun’/mesesuwunan saat melintasi pelinggih yang terdapat di pinggir jalan di banjar Buwit. Akan tetapi mitos ini tidak banyak diperbincangkan.

Di samping itu, ada larangan mempergunakan ‘saput poleng’ saat melintas di sekitar pohon beringin. Beberapa masyarakat yang memiliki kemampuan khusus mengaku pernah mengalami kejadian mistis. Mereka seolah melihat ada sungai dan merendam kaki mereka. Mitos ini pun tidak terlalu banyak diungkapkan.

Selain beberapa hal di atas, sesungguhnya masih banyak cerita lainnya. Namun, tidak semua cerita-cerita tersebut dapat diperbincangkan oleh sembarangan orang dan kita sebagai kaum awam terutama mengenai hal-hal gaib, patut menghargai kesakralan setiap tradisi yang ada di desa ini. Dari berbagai hal yang kami amati, secara umum masyarakat di desa ini masih sangat menjunjung tinggi nilai seni budaya dan tradisi adat istiadat yang diwariskan secara turun temurun. Seni asli di desa inipun masih terus dapat diwariskan yang terlihat dari masih bertahannya kesenian-kesenian dan tradisi yang sudah ada sejak dahulu dan masih terus dilestarikan hingga masa yang akan datang. 






















II.       Sejarah Singkat Desa Buwit

Sebagaimana dimaklumi adanya suatu nama desa dapat diyakini mempunyai suatu latar belakang atau sejarah terhadap berdirinya suatu desa, sehingga nama tersebut dipakai. Namun untuk mengungkap sejarah Desa Buwit secara pasti belum bisa dipastikan, karena belum adanya lontar yang bisa menjadikan patokan dalam menyusun sejarah Desa Buwit.

Tetapi berdasarkan cerita yang diproses di masyarakat yang disampaikan oleh para tokoh secara pertemuan dan dapat dipercaya sebagai sejarah desa kelahiran Desa Buwit dapat diuraikan sebagai berikut;

Sejak jaman dahulu di Pulau bali terdapat banyak kerajaan-kerajaan yang masing-masing diperintah oleh seorang Raja di Bali. Didaerah Tabanan salah satu kerajaan tersebut adalah Kerajaan Kaba-Kaba yang diperintah oleh keturunan Arya Belog/Arya Tan Wikan.

Pada masa kerajaannya wilayah kerajaan Kaba-Kaba adalah didaerah Kediri Timur sampai wilayah Desa Buwit. Hal ini terbukti bahwa di Desa Buwit banyak terdapat tanah-tanah retribusi yang merupakan tanah-tanah milik Raja Kaba-Kaba.

Pada waktu Desa Buwit dibawah pimpinan Raja Kaba-Kaba, Desa Buwit mempunyai wilayah sebanyak lima dusun yaitu :

1. Dusun Buwit.

2. Dusun Kelakahan.

3. Dusun Delod Uma.

4. Dusun Tebejero.

5. Dusun Buading.


Pada saat itu Sang Raja mempunyai wewenang untuk mengangkat seorang pimpinan/Bendesa untuk memerintah Desa Buwit. Bendesa tersebut bernama Pak Monglot asal Desa Kediri, Kabupaten Tabanan yang memerintah sekitar tahun 1920-1925.

Setelah Pak Monglot mengakhiri jabatannya, maka selanjutnya atas petunjuk Penggawa Gantung Distrik Kediri Desa Buwit diperintah oleh I Gusti Agung Gerudug dari Banjar Anyar Kecamatan Kediri Kabupaten Tabanan (memerintah dari tahun 1925 – 1934).

Setelah I Gusti Agung Gerudug selesai masa jabatannya karena sakit jiwa maka secara otomatis beliau dibantu oleh keponakannya yang bernama I Gusti Agung Sukri dari Banjar Senapahan Kecamatan Kediri Kabupaten Tabanan (memerintah dari tahun 1934 – 1949).

I Gusti Agung Sukri mengakhiri masa jabatannya kemudian diganti oleh I Ketut Ribin dari Banjar Kelakahan Desa Buwit Kecamatan Kediri Kabupaten Tabanan. Dalam masa pemerintahan I Ketut Ribin, Desa Buwit mengalami perubahan-perubahan wilayah, karena Dusun Tebejero dan Dusun Buading terlalu jauh dari wilayah Desa Buwit dan langsung menggabungkan diri dengan Desa Kaba-Kaba baik dalam pemerintahan Administrasi maupun dalam pemerintahan otonom atau adat istiadat.

Dengan demikian mulai saat pemerintahan I Ketut Ribin Desa Buwit mempunyai tiga wilayah Dusun yaitu :

- Dusun Buwit.

- Dusun Kelakahan.

- Dusun Delod Uma.

I Ketut Ribin memerintah dari tahun 1949-1954 kemudian diganti oleh I Nyoman Saweg dari Tahun 1954 – 1979, setelah itu diganti oleh I Gede Nengah Soper dari tahun 1979 – 1988, dan sejak tahun 1988 - 1998 Desa Buwit dipimpin oleh I Wayan Jana dari Dusun Kelakahan Desa Buwit Kecamatan Kediri, Kabupaten Tabanan.

Kemudian dari Tahun 1998 – 2006 Desa Buwit dipimpin oleh Ir. Nyoman Dela Darmesta dari Dusun Delod Sema, Desa Buwit Kecamatan Kediri, Kabupaten Tabanan. Di masa kepemimpinan Bapak Ir. Nyoman Dela Darmesta Desa Buwit mempunyai empat wilayah Dusun dan pergantian nama Dusun menjadi Banjar Dinas yaitu : Banjar Dinas Buwit, Banjar Dinas Delod Sema, Banjar Dinas Kelakahan dan Banjar Dinas Delod Uma.

Kemudian dari tahun 2006 sampai dengan sekarang Desa Buwit dipimpin oleh Bapak I Wayan Pugeh dari Banjar Dinas Buwit, Desa Buwit, Kecamatan Kediri, Kabupaten Tabanan yang terdiri dari :

4 ( empat ) Banjar Dinas yaitu :

1. Banjar Dinas Buwit.

2. Banjar Dinas Delod Sema.

3. Banjar Dinas Kelakahan.

4. Banjar Dinas Delod Uma.

7 ( tujuh ) Banjar Adat yaitu :

1. Banjar Adat Mertasari

2. Banjar Adat Buwit Tengah

3. Banjar Adat Buwit Kaja

4. Banjar Adat Delod Sema

5. Banjar Adat Kelakahan Gede

6. Banjar Adat Kelakahan Kaja

7. Banjar Adat Delod Uma

Dimana 6 ( enam ) Banjar Adat merupakan wilayah Desa Adat Buwit yaitu : Banjar Adat Mertasari, Banjar Adat Buwit Tengah, Banjar Adat Buwit Kaja, Banjar Adat Delod Sema, Banjar Adat Kelakahan Gede, dan Banjar Adat Kelakahan Kaja. Sedangkan 1 (satu) Banjar Adat yaitu Banjar Adat Delod Uma termasuk wilayah Desa Adat Kaba-Kaba.

1 komentar untuk "CERITA RAKYAT DESA BUWIT KEDIRI"

  1. Apakah admin tahu kapan desa buwit itu ada dan siapa yg mengatasnamakan desa itu buwit?

    BalasHapus