DESA BUWIT KEDIRI
Desa Buwit
SEJARAH
SINGKAT DESA BUWIT
Sejak
jaman dahulu di Pulau Bali terdapat banyak kerajaan-kerajaan yang masing-masing
diperintah oleh seorang kerajaan di Bali. Di daerah Tabanan salah satu kerajaan
tersebut adalah kerajaan Kaba-Kaba yang diperintah oleh keturunan Arya Belog /
Arya Tan Wikan.
Pada masa
kerajaannya wilayah Kerajaan Kaba-Kaba adalah di daerah Kediri Timur sampai
wilayah Desa Buwit. Hal ini terbukti bahwa di Desa Buwit banyak terdapat
tanah-tanah retribusi yang merupakan tanah-tanah milik Raja Kaba-Kaba.
Pada
waktu Desa Buwit dibawah kepemimpinan Raja Kaba-Kaba, Desa Buwit mempunyai
wilayah sebanyak lima Dusun yaitu :
§ Dusun
Buwit
§ Dusun
Kelakahan
§ Dusun
Delod Uma
§ Dusun
Tebojero
§ Dusun
Buading
Pada saat
itu Sang Raja mempunyai wewenang untuk mengangkat seorang pimpinan / Bendesa
untuk memerintah Desa Buwit. Bendesa tersebut bernama pak Monglot asal Desa
Kediri, Kabupaten Tabanan yang memerintah sekitar tahun 1920-1925.
Setelah
Pak Monglot mengakhiri jabatannya, maka selanjutnya atas petunjuk Penggawa
Gantung Distrik Kediri Desa Buwit kemudian diperintah oleh I Gusti Agung
Gerudug dari Banjar Anyar Kediri Tabanan 1925-1934. Kemudian pada tahun
1934-1949, I Gusti Agung Gerudug digantikan oleh keponakannya I Gusti Agung
Sukri dari Banjar Senapahan Kec. Kediri Kab. Tabanan.
I Gusti
Agung Sukri mengakhiri masa jabatannya kemudian digantikan oleh I Ketut Ribin
dari Banjar Kelakahan Desa Buwit Kec. Kediri Kab. Tabanan. Dalam masa
pemerintahannya, Desa Buwit mengalami perubahan wilayah karena Dusun Tebojero
dan Dusun Buading terlalu jauh dari wilayah Desa buwit dan langsung
menggabungkan diri dengan Desa Kaba-Kaba baik dalam pemerintahan administrasi
maupun dalam pemerintahan otonom atau adat istiadat.
Dengan
demikian mulai saat pemerintahan I Ketut Ribin Desa Buwit mempunyai tiga
wilayah Dusun yaitu :
§ Dusun
Buwit
§ Dusun
Kelakahan
§ Dusun
Delod Uma
I Ketut
Ribin memerintah dari 1949-1954 kemudian digantikan oleh I Nyoman Saweg
1954-1979, setelah itu digantikan oleh I Gede Nengah Soper 1979-1988, kemudian
digantikan oleh I Wayan Jana Dusun Kelakahan 1988-1998.
Dari
Tahun 1998-2006 Desa Buwit dipimpin oleh Ir. Nyoman Dela Darmesta dari Dusun
Delod Sema. Di masa kepemimpinan beliau Desa Buwit mempunyai empat wilayah
meliputi Banjar dinas Buwit, Banjar dinas Delod Sema, Banjar Dinas Kelakahan
dan Banjar dinas Delod Uma.
Kemudian
dari tahun 2006 Desa Buwit dipimpin oleh Bapak I Wayan Pugeh Dari Banjar dinas
Buwit, terdiri dari :
4 (empat)
Banjar Dinas yaitu ;
§ Banjar
Dinas Buwit
§ Banjar
Dinas Delod Sema
§ Banjar
Dinas Kelakahan
§ Banjar
Dinas Delod Uma
7 (tujuh)
Banjar Adat yaitu ;
§ Banjar
Adat Mertasari
§ Banjar
Adat Buwit Tengah
§ Banjar
Adat Buwit Kaja
§ Banjar
Adat Delod Sema
§ Banjar
Adat Kelakahan Gede
§ Banjar
Adat Kelakahan Kaja
§ Banjar
Adat Delod Uma
Gambaran
Umum Desa Buwit
Desa
Buwit yang ada di wilayah Kecamatan Kediri, terletak ± 10 Km ke arah timur dari
pusat kota Tabanan, yang memiliki batas wilayah sebagai berikut :
§ Sebelah
Utara : Desa Nyambu
§ Sebelah
Timur : Desa kaba Kaba
§ Sebelah
Selatan : Desa Munggu
§ Selatan
Barat : Desa Pandak Gede
Untuk
mengoptimalkan pelayanan kepada masyarakat, wilayah Desa Buwit dibagi menjadi 4
Banjar Dinas, yaitu :
§ Banjar
Dinas Kelakahan
§ Banjar
Dinas Delodsema
§ Banjar
Dinas Buwit
§ Banjar
Dinas Deloduma
§ Sruktur
Pemerintahan Desa Buwit
Struktur Desa Buwit
Desa Buwit
Minggu, 21 Agustus 2016
Eksistensi Pande Desa Buwit
Dewasa ini pengerajin senjata di Bali atau yang lebih dikenal dengan sebutan “Pande” tradisional sudah jarang ditemukan karena peminat yang cenderung untuk mendapatkan secara instan dengan cara membeli tanpa mau belajar untuk membuatnya. Namun masih ada beberapa orang yang masih tetap bergelut dalam usaha dan rasa pengabdian dan kecintaannya terhadap tradisi yang telah diwariskan oleh para leluhur seperti pengerajin senjata “pande” yang ada di Desa Buwit Kecamatan Kediri, Tabanan.
Pembuatan kerajinan senjata yang ada di Desa Buwit merupakan warisan turun temurun yang hingga saat ini diteruskan oleh I Ketut Lasta. Sama seperti para pemuda kebanyakan, awalnya Ketut Lasta merasa malu untuk menggeluti usaha ini dikarenakan tidak ada rekan sebaya yang menyukai kegiatan ini. Namun, keadaan beliau yang sempat sakit semasa kecil tidak memungkinkan untuk melanjutkan sekolah di tingkat SMP menyebabkannya terjerumus dan berkecimpung untuk belajar mengerjakan kerajinan senjata “mande” yang hingga saat ini ditekuninya.
Banyak produk telah dibuat sejak memulai membuat senjata yang dimulai pada tahun 1973, namun menurut pengakuan Ketut Lasta tak sekalipun beliau pernah membuat senjata berdasarkan contoh baku secara ukuran dan motif (mal). Selama ini senjata yang telah dibuat dikerjakan secara langsung setelah mendapatkan pesanan. Menurut kepercayaan dan pengetahuan yang telah diwariskan oleh leluhurnya sebelum membuat pesanan beliau akan melakukan meditasi (ngacep) meminta petunjuk akan senjata yang akan dibuat lalu langsung dibuat secara mengalir sehingga produk yang dihasilkan memiliki perbedaan sesuai dengan petuntuk yang didapat saat akan membuat sebjata tersebut.
Pemilihan waktu pembuatan juga memiliki pengaruh yang penting akan kualitas produk yang nantinya akan dibuat, pemilihan dewasa ayu dan sejumlah upakara akan meningkatkan taksu atau aura yang dipancarkan oleh senjata yang dibuat. Taksu dari senjata yang dibuat menjadikan produk yang dibuat selama ini memiliki keunggulan tersendiri dimata pelanggan.
Kebanyakan produk yang dibuat oleh Ketut Lasta berupa senjata yang digunakan sebagai pusaka, dikarenakan keunggulan produk berupa taksu membuatnya terkenal sebagai pengerajin pande besi pembuat senjata pusaka. Selain membuat kerajinan berupa senjata, kerajinan berupa perkakas rumah tangga (sabit, golok, pisau, dsb) juga dapat dibuatnya sesuai dengan permintaan pemesan, biasanya permintaan pembuatan produk perkakas dilakukan oleh pelanggan yang ada diseputaran wilayah pengerajin namun tak jarang pula pemesan datang dari daerah yang cukup jauh dari lokasi usahanya.
Proses pembuatan dari masing-masing jenis produk memakan waktu yang berbeda sesuai dengan jenis dan tingkat kesulitan produk. Untuk pembuatan keris pusaka memakan waktu cukup lama kisaran 2 minggu, sedangkan untuk produk sejenis peralatan perkakas rumah memakan waktu yang relatif lebih singkat karena tingkat kerumitan lebih rendah dari pembuatan pusaka. Selain menerima pesanan untuk membuatan kerajinan senjata baru beliau juga melayani perbaikan perkakas yang mengalami kerusakan.
Harga untuk pembuatan pesanan dan perbaikan tentu saja berbeda, dikarenakan jumlah bahan dan waktu pengerjaan yang berbeda. Bahan yang digunakan untuk membuat produk kerajinan tersebuat berupa besi murni yang didapat dari toko besi yang terdapat di daerah lumintang Denpasar.
Harga yang dipatok untuk pembuatan 1 buah keris adalah sebesar 1,5 juta, sedangkan untuk pembuatan perkakas rumah tangga Ketut Lasta mematok harga dengan kisaran 100-150 ribu rupiah. Perbaikan perkakas rumah tangga yang mengalami kerusakan, relatif lebih murah yaitu sekitar 10-15 ribu rupiah.
Dalam hal pemasaran produk Ketut Lasta tidak pernah mengalami kesulitan, karena pesanan yang diterima untuk pembuatan kerajinan pande besi ini tidak pernah sepi. Namun kendala utama yang dirasakan oleh beliau adalah dalam hal tenaga kerja. Kesulitan dalam mencari tenaga kerja disebabkan kurangnya minat dari masyarakat sekitar untuk menggeluti usaha kerajinan ini. Hingga saat ini dalam hal membuat produk pesanan yang diterima, beliau selalu mengerjakannya sendiri tanpa dibantu oleh karyawan/asisten. Biasanya beliau bekerja mulai dari jam 8 pagi hingga jam 4 sore tergantung dari jumlah dan target pesanan yang diterima.
Lamak dan Ceniga Pis bolong Khas Buwit
Desa Buwit yang terletak
di bagian timur Tabanan tepatnya Kecamatan Kediri adalah salah satu desa yang
berkembang dengan potensi wisata. Letaknya yang berdekatan dengan objek wisata
Tanah Lot yang sudah tersohor membuatnya berpotensi sebagai desa penyokong
pariwisata Tabanan. Meskipun kebanyakan masyarakat Desa Buwit masih
mengandalkan sektor pertanian, namun beberapa masyarakatnya juga sudah beralih
ke bidang pariwisata. Terbukti dengan banyaknya villa yang terdapat di wilayah
Desa Buwit, keindahan alam dan keunikan tradisi adalah daya tarik utama dalam
pariwisata di Bali khususnya Desa Buwit.
Layaknya desa-desa di Bali yang memiliki dan menonjolkan keunikan budaya masing-masing, begitu juga Desa Buwit memiliki keunikan dalam hal kerajinan salah satunya yaitu kerajinan lamak dan ceniga yang terbuat dari pis bolong yang telah berlangsung secara turun temurun sampai saat ini telah dikelola oleh generasi keempat. Meskipun telah didera arus perubahan dan perkembangan jaman yang sangat deras, namun kerajinan lamak dan ceniga dari pis bolong yang dikelola oleh Nyoman Sumartana masih mampu bertahan dikala usaha sejenis yang terdapat di wilayah sekitar, mulai ditinggalkan. Usaha ini sudah mulai dirintis sejak tahun 1965, namun belum dipasarkan hanya sebagai penyalur hobi dari kakek buyut yang akrab dikenal dengan Pak Desi ini. Sampai sekarang usaha kerajinan lamak dan ceniga pis bolong ini tetap diminati warga lokal maupun di luar Kabupaten Tabanan.
Layaknya desa-desa di Bali yang memiliki dan menonjolkan keunikan budaya masing-masing, begitu juga Desa Buwit memiliki keunikan dalam hal kerajinan salah satunya yaitu kerajinan lamak dan ceniga yang terbuat dari pis bolong yang telah berlangsung secara turun temurun sampai saat ini telah dikelola oleh generasi keempat. Meskipun telah didera arus perubahan dan perkembangan jaman yang sangat deras, namun kerajinan lamak dan ceniga dari pis bolong yang dikelola oleh Nyoman Sumartana masih mampu bertahan dikala usaha sejenis yang terdapat di wilayah sekitar, mulai ditinggalkan. Usaha ini sudah mulai dirintis sejak tahun 1965, namun belum dipasarkan hanya sebagai penyalur hobi dari kakek buyut yang akrab dikenal dengan Pak Desi ini. Sampai sekarang usaha kerajinan lamak dan ceniga pis bolong ini tetap diminati warga lokal maupun di luar Kabupaten Tabanan.
Dalam proses pembuatan kerajinan lamak dan ceniga ini masih dilakukan secara tradisional tanpa menggunakan bantuan tenaga mesin menjadikan kerajinan ini berbeda dengan usaha kerajinan sejenis yang terdapat di wilayah yang lainnya. Lamak dan ceniga yang dibuat dengan tangan memiliki keunikan tersendiri meskipun memerlukan waktu pembuatan yang sedikit lebih lama yang mengakibatkan harga produk yang sedikit lebih mahal, namun hingga saat ini peminat dari kerajinan lamak dan ceniga ini masih sangat banyak. Lama proses pembuatan lamak dan ceniga pis bolong ini paling cepat kira-kira 2 hari dan satu minggu dapat menghasilkan lima set lamak dan ceniga pis bolong ini. Untuk dapat menghasilkan kerajinan ini memerlukan bahan yang cukup mudah didapat antara lain: bambu, benang wol, benang nilon, cat, jarum, cermin dan perlengkapan lain untuk membentuk kerangka ceniga dan lamaknya, serta yang paling utama adalah pis bolong itu sendiri.
Selain lamak dan ceniga pis bolong, terdapat beberapa kerajinan lain seperti tamiyang, buweng, sarang lawe dan pernak-pernik keagamaan lainnya. Setiap jenis kerajinan tersebut memiliki kesulitan yang berbeda-beda dalam proses pembuatannya. Semua bahan-bahan yang digunakan berasal dari bahan lokal namun pis bolongnya saja yang diperoleh dari luar bali seperti daerah Jawa. Pak Nyoman Sumartana yang disapa akrab Pak Desi ini memperoleh bahan pis bolong dengan memesannya terlebih dahulu melalui telepon, dan barangnya langsung dikirim dari Jawa ke rumah beliau, sehingga tidak memerlukan biaya serta waktu yang lama. Proses pembuatan lamak dan ceniga pis bolong dimulai dari mengolah bambu membentuk kerangka lamak ceniga tersebut, kemudian dihiasi dengan pis bolong yang ditata rapi dengan cara dijahit menggunakan benang nilon serta jarum yang berukuran besar. Kemudian pemasangan cermin sebagai penghias dan mempercantik lamak dan ceniga pis bolong ini. Setelah itu sebagai finishing, kerangka bambu yang telah dihiasi oleh rangkaian pis bolong ini ditambahkan cat warna-warni, lalu dijemur selama kurang lebih setengah hari, setelah itu dipasangkan cermin dan benang wol sebagai hiasan terakhir.
Kualitas produk yang baik serta motif dan
ukuran yang bervariasi menjadi keunggulan tersendiri saat bersaing dengan
produk lain di pasaran. Meskipun usaha ini sudah berjalan sejak tahun 1997,
pengerajin cenderung selalu kewalahan dalam memenuhi permintaan konsumen.
Puncaknya sampai di tahun 2000-an bahkan pemilik usaha ini mampu mempekerjakan
sekitar 25 orang yang berasal dari orang lokal maupun dari luar wilayah
Tabanan. Tetapi untuk saat ini Pak Desi hanya mempekerjakan 5 orang karyawan untuk
bekerja di dalam rumah yang terdiri dari tetangga-tetangga desa dan anggota
keluarga. Untuk karyawan luar rumah, 5-6 orang karyawan. Bapak Desi menerapkan
sistem karyawan luar rumah, agar mengefisiensikan tenaga serta waktu untuk para
karyawan yang tidak bisa meninggalkan rumah untuk bekerja (seperti: memiliki
bayi atau keluarga yang sakit). Untuk pemberian upah/gaji, Pak Desi menggunakan
sistem upah perhari (harian) dengan upah sekitaran 30-45 ribu rupiah, dengan
waktu kerja mulai dari pukul 08.00-16.00 wita.
Promosi (mengajak untuk mencintai produk lokal) dan pemasaran produk ini tidak hanya di lingkungan kabupaten Tabanan tetapi sudah sampai ke daerah luar pulau Bali. Untuk daerah luar pulau Bali di promosikan secara sederhana, mungkin bisa di katakan secara tidak sengaja. Konsumen yang membeli produk ini menyebarkan dari mulut kemulut kepada masyarakat lain.
Kisaran harga yang di patok juga tidak begitu tinggi, seperti untuk satu set ceniga dan lamak pis bolong yang besar seharga Rp. 110 ribu rupiah, untuk yang kecil sekitar Rp. 95 ribu rupiah, untuk buweng dan tamiyang sekitar Rp. 85 ribu rupiah.
Dengan demikian sudah seharusnya kita melestarikan kerajinan lamak dan ceniga pis bolong yang merupakan salah satu produksi pengerajin di daerah Tabanan tepatnya di Desa Buwit agar tidak kalah saing dengan produk luar yang menggunakan dari mesin. Maka dari itu jika bukan kita yang melestarikan pengerajin lamak dan ceniga siapa lagi!
Promosi (mengajak untuk mencintai produk lokal) dan pemasaran produk ini tidak hanya di lingkungan kabupaten Tabanan tetapi sudah sampai ke daerah luar pulau Bali. Untuk daerah luar pulau Bali di promosikan secara sederhana, mungkin bisa di katakan secara tidak sengaja. Konsumen yang membeli produk ini menyebarkan dari mulut kemulut kepada masyarakat lain.
Kisaran harga yang di patok juga tidak begitu tinggi, seperti untuk satu set ceniga dan lamak pis bolong yang besar seharga Rp. 110 ribu rupiah, untuk yang kecil sekitar Rp. 95 ribu rupiah, untuk buweng dan tamiyang sekitar Rp. 85 ribu rupiah.
Dengan demikian sudah seharusnya kita melestarikan kerajinan lamak dan ceniga pis bolong yang merupakan salah satu produksi pengerajin di daerah Tabanan tepatnya di Desa Buwit agar tidak kalah saing dengan produk luar yang menggunakan dari mesin. Maka dari itu jika bukan kita yang melestarikan pengerajin lamak dan ceniga siapa lagi!
Sabtu, 20 Agustus 2016
Lawar Kuwir Maknyos khas Desa Buwit
Lawar Kuwir Buwit, adalah kuliner yang sudah
tidak asing lagi bagi masyarakat Bali khususnya. Lawar kuwir menjadi kuliner
khas dari Desa Buwit yang pertama kali dikelola oleh Ibu Wayan Mandi dan Bapak
Ketut Sudana yang bertempat tinggal di Desa Buwit, Tabanan. Kuliner yang satu
ini tentunya terbuat dari bahan dasar kuwir. Pada tahun 1985, Ibu Wayan Mandi
memulai usahanya dengan coba-coba karena kegemarannya memasak. Awalnya lawar
hasil olahannya di jual di warung yang sangat sederhana di depan
rumahnya.
Usaha tersebut kemudian dilanjutkan oleh anaknya yaitu Pak Wayan Suteja. Pada saat beliau mengelola bertepatan dengan pembangunan jalan Baypass Tanah Lot kemudian beliau melihat peluang yang bagus bagi usaha lawar kuwirnya. Beliau memiliki ide untuk menjual lawar yang dibuat oleh ibunya di Jalan Baypass Tanah Lot. Hal tersebut terealisasi sekitar tahun 2005, tempatnya pertama kali terletak di Beraban. Kemudian kontrak beliau berakhir di tempat tersebut dan pindah di Jalan Baypass pada 2006 sampai sekarang. Warung sederhana yang ada di depan rumahnya pun diubah menjadi depot makan yang lebih besar untuk menjual lawar kuwirnya. Sampai sekarang Bapak Suteja sudah memiliki dua tempat makan untuk menjual lawar kuwir khas buwit ini.
Usaha tersebut kemudian dilanjutkan oleh anaknya yaitu Pak Wayan Suteja. Pada saat beliau mengelola bertepatan dengan pembangunan jalan Baypass Tanah Lot kemudian beliau melihat peluang yang bagus bagi usaha lawar kuwirnya. Beliau memiliki ide untuk menjual lawar yang dibuat oleh ibunya di Jalan Baypass Tanah Lot. Hal tersebut terealisasi sekitar tahun 2005, tempatnya pertama kali terletak di Beraban. Kemudian kontrak beliau berakhir di tempat tersebut dan pindah di Jalan Baypass pada 2006 sampai sekarang. Warung sederhana yang ada di depan rumahnya pun diubah menjadi depot makan yang lebih besar untuk menjual lawar kuwirnya. Sampai sekarang Bapak Suteja sudah memiliki dua tempat makan untuk menjual lawar kuwir khas buwit ini.
Sejak tahun berdirinya sampai sekarang sudah banyak yang menjadi langganan di warungnya tersebut seperti masyarakat Canggu, Seminyak, Denpasar, bahkan tamu luar negeri yang sudah lama berada di Bali juga merupakan penikmat kuliner khas Buwit ini. Ketenaran lawar kuwir Buwit ini juga sampai menjadi pusat perhatian beberapa saluran TV nasional dan swasta yang ingin meliput kenikmaan lawar kuwir Buwit ini.
Pengelolaannya lawar kuwir Buwit ini masih menggunakan cara tradisional untuk tetap mempertahankan cita rasa lezat yang dimiliki dengan pengerjaannya yang dibantu oleh 6 orang saudara yang sekaligus menjadi karyawan Pak Suteja. Bahan-bahan yang digunakan adalah bahan pilihan yang penyediannya dilakukan pada H-1 penjualan. Kuwir yang masih hidup akan disembelih pada sore hari dimana keesokan paginya langsung diolah dengan bumbu-bumbu yang disiapkan pada pagi hari. Sekitar pukul 9.30 Wita semua olahan sudah dibawa menuju tempat penjualan yaitu di depot makan di depan rumah Pak Suteja dan di Jalan Baypass Tanah Lot yang berada tak jauh dari Desa Buwit tempat tinggal Pak Suteja.
Tahap-tahap pembuatan yang selalu
diperhatikan dengan baik, serta olahan lawar kuwir ini yang fresh from the oven
membuat mutu, kualitas, dan cita rasa yang dimiliki lawar kuwir Buwit ini
terjamin. Kalau bicara soal rasa, tentu saja tidak perlu dipertanyakan lagi
karena lawar kuwir ini bisa membuat penikmatnya ketagihan. Warung lawar kuwir
Buwit ini biasanya buka pukul 9.30 sampai dengan 13.00 Wita, jadi jika tidak
cepat maka akan kehabisan. Selain makan ditempat bagi yang berminat olahan ini
bisa dibungkus untuk dibawa pulang dan bisa juga menerima pesanan.
Pak Suteja menghargai satu paket lawar kuwir berisi sepiring nasi putih, lawar kuwir, jukut ares (sayur dari batang pohon pisang muda), dan minum hanya Rp 25.000 dan jika meminta tambahan tum (pepes khas Bali) kuwir hanya perlu merogoh uang Rp 35.000. kepuasan dan kenikmatan yang diberikan dengan harga yang sangat terjangkau menjadikan olahan ini menjadi salah satu idola kuliner khas Bali. Jadi kalau mampir ke Bali jangan lupa membeli kuliner yang satu ini, lawar kuwir Buwit.
Pak Suteja menghargai satu paket lawar kuwir berisi sepiring nasi putih, lawar kuwir, jukut ares (sayur dari batang pohon pisang muda), dan minum hanya Rp 25.000 dan jika meminta tambahan tum (pepes khas Bali) kuwir hanya perlu merogoh uang Rp 35.000. kepuasan dan kenikmatan yang diberikan dengan harga yang sangat terjangkau menjadikan olahan ini menjadi salah satu idola kuliner khas Bali. Jadi kalau mampir ke Bali jangan lupa membeli kuliner yang satu ini, lawar kuwir Buwit.
Cycling, Trekking, dan Fishing Desa Buwit
Kondisi geografis
yang strategis membuat Desa Buwit yang terletak berpotensi untuk menjadi Desa
wisata seperti desa lainya di kecamatan kediri lainnya. Bentangan persawahan di
sekeliling wilayah desa, bisa menjadi daya tarik wisata bagi turis.
Apalagi, terdapat beberapa spot menarik untuk
melakukan kegiatan wisata seperti trekking, dan cycling melewati hijaunya
persawahan. Pemandangan yang indah dan suasana persawahan dipadukan dengan
petani yang ramah tentu akan memberikan kesan tersendiri bagi yang
menngunjunginya. Tempat lain yang juga bisa menjadi daya tarik wisata ialah
kolam pemancingan yang dimiliki salah seorang warga di Desa Buwit.
Suasana yang asyik untuk memancing sangat pas
dijadikan tempat menghabiskan waktu lu Selain itu, desa Buwit jugadi alui salah
satu jalan utama penghubung Kab. Tabanan dan Badung yaitu Jl. Bypass Nyanyi
yang juga mengarah langsung ke tempat wisata Tanah Lot. Hal ini menjadi poin
plus yang dapat mendukung Desa Buwi menjadi desa wisata.
Bentuk Dan Arti Lambang Desa Buwit
1. Bentuk Dasar adalah : Segi Lima yang
mencirikan bahwa segala bentuk kegiatan berdasarkan pada Dasar Pancasila.
2. Makna dan Arti Lambang Desa :
a. Bintang melambangkan kepercayaan tinggi terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
b. Padi dan Kapas melambangkan kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat.
c. Keris melambangkan ketajaman pikiran warga Desa Buwit untuk membangun Desa.
d. Empat Rantai yang saling berkaitan melambangkan 4 (empat) tujuan hidup bermasyarakat yaitu Dharma, Artha, Kama dan Moksa.
e. Candi Bentar melambangkan kekuatan masyarakat Desa untuk menegakkan norma hukum sesuai dengan peraturan yang berlaku.
2. Makna dan Arti Lambang Desa :
a. Bintang melambangkan kepercayaan tinggi terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
b. Padi dan Kapas melambangkan kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat.
c. Keris melambangkan ketajaman pikiran warga Desa Buwit untuk membangun Desa.
d. Empat Rantai yang saling berkaitan melambangkan 4 (empat) tujuan hidup bermasyarakat yaitu Dharma, Artha, Kama dan Moksa.
e. Candi Bentar melambangkan kekuatan masyarakat Desa untuk menegakkan norma hukum sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Visi dan Misi Desa Buwit
Berdasarkan permasalahan, tantangan potensi
serta keterbatasan yang dihadapi Desa Buwit ditetapkan visi Pembangunan Desa
Buwit tahun 2010-2015, yaitu ““ MEWUJUDKAN DESA WISATA DENGAN MENGEMBANGKAN
PERTANIAN BERDASARKAN TRI HITA KARANA”
Berdasarkan Visi Pembangunan Desa Buwit tersebut diatas, maka ditetapkan 7 (tujuh) MISI PEMBANGUNAN BUWIT 2010-2015, yaitu :
1. Meningkatkan ketahanan ekonomi dengan menggalakkan usaha ekonomi kerakyatan, melalui program strategis di bidang produksi pertanian, pemasaran, koperasi, usaha kecil dan menengah serta koperasi.
2. Meningkatkan kualitas sumber daya manusia melalui program pendidikan dan program kesehatan serta pengamalan ajaran agama kepada masyarakat sesuai falsafah Tri Hita Karana
3. Meningkatkan partisipasi mayarakat dalam pembangunan, sehingga dapat menumbuhkembangkan kesadaran dan kemandirian dalam pembangunan desa yang berkelanjutan.
4. Menggali, melestarikan dan mengembangkan nilai – nilai budaya desa.
5. Meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dan meningkatkan kerjasama antar lembaga pemerintahan desa dengan lembaga adat.
6. Menciptakan suasana aman dan tertib dalam kehidupan bermasyarakat.
7. Memberdayakan masyarakat menuju masyarakat madani dan mandiri.
Ketujuh misi (Agenda Pokok) pembangunan Desa Buwit tahun 2010-2015 tersebut selanjutnya akan diterjemahkan kedalam program-program pembangunan yang hendak dicapai dalam periode 5 (lima) tahun.
Berdasarkan Visi Pembangunan Desa Buwit tersebut diatas, maka ditetapkan 7 (tujuh) MISI PEMBANGUNAN BUWIT 2010-2015, yaitu :
1. Meningkatkan ketahanan ekonomi dengan menggalakkan usaha ekonomi kerakyatan, melalui program strategis di bidang produksi pertanian, pemasaran, koperasi, usaha kecil dan menengah serta koperasi.
2. Meningkatkan kualitas sumber daya manusia melalui program pendidikan dan program kesehatan serta pengamalan ajaran agama kepada masyarakat sesuai falsafah Tri Hita Karana
3. Meningkatkan partisipasi mayarakat dalam pembangunan, sehingga dapat menumbuhkembangkan kesadaran dan kemandirian dalam pembangunan desa yang berkelanjutan.
4. Menggali, melestarikan dan mengembangkan nilai – nilai budaya desa.
5. Meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dan meningkatkan kerjasama antar lembaga pemerintahan desa dengan lembaga adat.
6. Menciptakan suasana aman dan tertib dalam kehidupan bermasyarakat.
7. Memberdayakan masyarakat menuju masyarakat madani dan mandiri.
Ketujuh misi (Agenda Pokok) pembangunan Desa Buwit tahun 2010-2015 tersebut selanjutnya akan diterjemahkan kedalam program-program pembangunan yang hendak dicapai dalam periode 5 (lima) tahun.
Sejarah Singkat Desa Buwit
Sebagaimana dimaklumi adanya suatu nama desa
dapat diyakini mempunyai suatu latar belakang atau sejarah terhadap berdirinya
suatu desa, sehingga nama tersebut dipakai. Namun untuk mengungkap sejarah Desa
Buwit secara pasti belum bisa dipastikan, karena belum adanya lontar yang bisa
menjadikan patokan dalam menyusun sejarah Desa Buwit.
Tetapi berdasarkan cerita yang diproses di masyarakat yang disampaikan oleh para tokoh secara pertemuan dan dapat dipercaya sebagai sejarah desa kelahiran Desa Buwit dapat diuraikan sebagai berikut;
Sejak jaman dahulu di Pulau bali terdapat banyak kerajaan-kerajaan yang masing-masing diperintah oleh seorang Raja di Bali. Didaerah Tabanan salah satu kerajaan tersebut adalah Kerajaan Kaba-Kaba yang diperintah oleh keturunan Arya Belog/Arya Tan Wikan.
Pada masa kerajaannya wilayah kerajaan Kaba-Kaba adalah didaerah Kediri Timur sampai wilayah Desa Buwit. Hal ini terbukti bahwa di Desa Buwit banyak terdapat tanah-tanah retribusi yang merupakan tanah-tanah milik Raja Kaba-Kaba.
Pada waktu Desa Buwit dibawah pimpinan Raja Kaba-Kaba, Desa Buwit mempunyai wilayah sebanyak lima dusun yaitu :
1. Dusun Buwit.
2. Dusun Kelakahan.
3. Dusun Delod Uma.
4. Dusun Tebejero.
5. Dusun Buading.
Pada saat itu Sang Raja mempunyai wewenang untuk mengangkat seorang pimpinan/Bendesa untuk memerintah Desa Buwit. Bendesa tersebut bernama Pak Monglot asal Desa Kediri, Kabupaten Tabanan yang memerintah sekitar tahun 1920-1925.
Setelah Pak Monglot mengakhiri jabatannya, maka selanjutnya atas petunjuk Penggawa Gantung Distrik Kediri Desa Buwit diperintah oleh I Gusti Agung Gerudug dari Banjar Anyar Kecamatan Kediri Kabupaten Tabanan (memerintah dari tahun 1925 – 1934).
Setelah I Gusti Agung Gerudug selesai masa jabatannya karena sakit jiwa maka secara otomatis beliau dibantu oleh keponakannya yang bernama I Gusti Agung Sukri dari Banjar Senapahan Kecamatan Kediri Kabupaten Tabanan (memerintah dari tahun 1934 – 1949).
I Gusti Agung Sukri mengakhiri masa jabatannya kemudian diganti oleh I Ketut Ribin dari Banjar Kelakahan Desa Buwit Kecamatan Kediri Kabupaten Tabanan. Dalam masa pemerintahan I Ketut Ribin, Desa Buwit mengalami perubahan-perubahan wilayah, karena Dusun Tebejero dan Dusun Buading terlalu jauh dari wilayah Desa Buwit dan langsung menggabungkan diri dengan Desa Kaba-Kaba baik dalam pemerintahan Administrasi maupun dalam pemerintahan otonom atau adat istiadat.
Dengan demikian mulai saat pemerintahan I Ketut Ribin Desa Buwit mempunyai tiga wilayah Dusun yaitu :
- Dusun Buwit.
- Dusun Kelakahan.
- Dusun Delod Uma.
I Ketut Ribin memerintah dari tahun 1949-1954 kemudian diganti oleh I Nyoman Saweg dari Tahun 1954 – 1979, setelah itu diganti oleh I Gede Nengah Soper dari tahun 1979 – 1988, dan sejak tahun 1988 - 1998 Desa Buwit dipimpin oleh I Wayan Jana dari Dusun Kelakahan Desa Buwit Kecamatan Kediri, Kabupaten Tabanan.
Kemudian dari Tahun 1998 – 2006 Desa Buwit dipimpin oleh Ir. Nyoman Dela Darmesta dari Dusun Delod Sema, Desa Buwit Kecamatan Kediri, Kabupaten Tabanan. Di masa kepemimpinan Bapak Ir. Nyoman Dela Darmesta Desa Buwit mempunyai empat wilayah Dusun dan pergantian nama Dusun menjadi Banjar Dinas yaitu : Banjar Dinas Buwit, Banjar Dinas Delod Sema, Banjar Dinas Kelakahan dan Banjar Dinas Delod Uma.
Kemudian dari tahun 2006 sampai dengan sekarang Desa Buwit dipimpin oleh Bapak I Wayan Pugeh dari Banjar Dinas Buwit, Desa Buwit, Kecamatan Kediri, Kabupaten Tabanan yang terdiri dari :
4 ( empat ) Banjar Dinas yaitu :
1. Banjar Dinas Buwit.
2. Banjar Dinas Delod Sema.
3. Banjar Dinas Kelakahan.
4. Banjar Dinas Delod Uma.
7 ( tujuh ) Banjar Adat yaitu :
1. Banjar Adat Mertasari
2. Banjar Adat Buwit Tengah
3. Banjar Adat Buwit Kaja
4. Banjar Adat Delod Sema
5. Banjar Adat Kelakahan Gede
6. Banjar Adat Kelakahan Kaja
7. Banjar Adat Delod Uma
Dimana 6 ( enam ) Banjar Adat merupakan wilayah Desa Adat Buwit yaitu : Banjar Adat Mertasari, Banjar Adat Buwit Tengah, Banjar Adat Buwit Kaja, Banjar Adat Delod Sema, Banjar Adat Kelakahan Gede, dan Banjar Adat Kelakahan Kaja. Sedangkan 1 (satu) Banjar Adat yaitu Banjar Adat Delod Uma termasuk wilayah Desa Adat Kaba-Kaba.
Tetapi berdasarkan cerita yang diproses di masyarakat yang disampaikan oleh para tokoh secara pertemuan dan dapat dipercaya sebagai sejarah desa kelahiran Desa Buwit dapat diuraikan sebagai berikut;
Sejak jaman dahulu di Pulau bali terdapat banyak kerajaan-kerajaan yang masing-masing diperintah oleh seorang Raja di Bali. Didaerah Tabanan salah satu kerajaan tersebut adalah Kerajaan Kaba-Kaba yang diperintah oleh keturunan Arya Belog/Arya Tan Wikan.
Pada masa kerajaannya wilayah kerajaan Kaba-Kaba adalah didaerah Kediri Timur sampai wilayah Desa Buwit. Hal ini terbukti bahwa di Desa Buwit banyak terdapat tanah-tanah retribusi yang merupakan tanah-tanah milik Raja Kaba-Kaba.
Pada waktu Desa Buwit dibawah pimpinan Raja Kaba-Kaba, Desa Buwit mempunyai wilayah sebanyak lima dusun yaitu :
1. Dusun Buwit.
2. Dusun Kelakahan.
3. Dusun Delod Uma.
4. Dusun Tebejero.
5. Dusun Buading.
Pada saat itu Sang Raja mempunyai wewenang untuk mengangkat seorang pimpinan/Bendesa untuk memerintah Desa Buwit. Bendesa tersebut bernama Pak Monglot asal Desa Kediri, Kabupaten Tabanan yang memerintah sekitar tahun 1920-1925.
Setelah Pak Monglot mengakhiri jabatannya, maka selanjutnya atas petunjuk Penggawa Gantung Distrik Kediri Desa Buwit diperintah oleh I Gusti Agung Gerudug dari Banjar Anyar Kecamatan Kediri Kabupaten Tabanan (memerintah dari tahun 1925 – 1934).
Setelah I Gusti Agung Gerudug selesai masa jabatannya karena sakit jiwa maka secara otomatis beliau dibantu oleh keponakannya yang bernama I Gusti Agung Sukri dari Banjar Senapahan Kecamatan Kediri Kabupaten Tabanan (memerintah dari tahun 1934 – 1949).
I Gusti Agung Sukri mengakhiri masa jabatannya kemudian diganti oleh I Ketut Ribin dari Banjar Kelakahan Desa Buwit Kecamatan Kediri Kabupaten Tabanan. Dalam masa pemerintahan I Ketut Ribin, Desa Buwit mengalami perubahan-perubahan wilayah, karena Dusun Tebejero dan Dusun Buading terlalu jauh dari wilayah Desa Buwit dan langsung menggabungkan diri dengan Desa Kaba-Kaba baik dalam pemerintahan Administrasi maupun dalam pemerintahan otonom atau adat istiadat.
Dengan demikian mulai saat pemerintahan I Ketut Ribin Desa Buwit mempunyai tiga wilayah Dusun yaitu :
- Dusun Buwit.
- Dusun Kelakahan.
- Dusun Delod Uma.
I Ketut Ribin memerintah dari tahun 1949-1954 kemudian diganti oleh I Nyoman Saweg dari Tahun 1954 – 1979, setelah itu diganti oleh I Gede Nengah Soper dari tahun 1979 – 1988, dan sejak tahun 1988 - 1998 Desa Buwit dipimpin oleh I Wayan Jana dari Dusun Kelakahan Desa Buwit Kecamatan Kediri, Kabupaten Tabanan.
Kemudian dari Tahun 1998 – 2006 Desa Buwit dipimpin oleh Ir. Nyoman Dela Darmesta dari Dusun Delod Sema, Desa Buwit Kecamatan Kediri, Kabupaten Tabanan. Di masa kepemimpinan Bapak Ir. Nyoman Dela Darmesta Desa Buwit mempunyai empat wilayah Dusun dan pergantian nama Dusun menjadi Banjar Dinas yaitu : Banjar Dinas Buwit, Banjar Dinas Delod Sema, Banjar Dinas Kelakahan dan Banjar Dinas Delod Uma.
Kemudian dari tahun 2006 sampai dengan sekarang Desa Buwit dipimpin oleh Bapak I Wayan Pugeh dari Banjar Dinas Buwit, Desa Buwit, Kecamatan Kediri, Kabupaten Tabanan yang terdiri dari :
4 ( empat ) Banjar Dinas yaitu :
1. Banjar Dinas Buwit.
2. Banjar Dinas Delod Sema.
3. Banjar Dinas Kelakahan.
4. Banjar Dinas Delod Uma.
7 ( tujuh ) Banjar Adat yaitu :
1. Banjar Adat Mertasari
2. Banjar Adat Buwit Tengah
3. Banjar Adat Buwit Kaja
4. Banjar Adat Delod Sema
5. Banjar Adat Kelakahan Gede
6. Banjar Adat Kelakahan Kaja
7. Banjar Adat Delod Uma
Dimana 6 ( enam ) Banjar Adat merupakan wilayah Desa Adat Buwit yaitu : Banjar Adat Mertasari, Banjar Adat Buwit Tengah, Banjar Adat Buwit Kaja, Banjar Adat Delod Sema, Banjar Adat Kelakahan Gede, dan Banjar Adat Kelakahan Kaja. Sedangkan 1 (satu) Banjar Adat yaitu Banjar Adat Delod Uma termasuk wilayah Desa Adat Kaba-Kaba.
Sejarah Singkat Desa Buwit
Sebagaimana dimaklumi
adanya suatu nama desa dapat diyakini mempunyai suatu latar belakang atau
sejarah terhadap berdirinya suatu desa, sehingga nama tersebut dipakai. Namun
untuk mengungkap sejarah Desa Buwit secara pasti belum bisa dipastikan, karena
belum adanya lontar yang bisa menjadikan patokan dalam menyusun sejarah Desa
Buwit.
Tetapi berdasarkan cerita yang diproses di masyarakat yang disampaikan oleh para tokoh secara pertemuan dan dapat dipercaya sebagai sejarah desa kelahiran Desa Buwit dapat diuraikan sebagai berikut;
Sejak jaman dahulu di Pulau bali terdapat banyak kerajaan-kerajaan yang masing-masing diperintah oleh seorang Raja di Bali. Didaerah Tabanan salah satu kerajaan tersebut adalah Kerajaan Kaba-Kaba yang diperintah oleh keturunan Arya Belog/Arya Tan Wikan.
Pada masa kerajaannya wilayah kerajaan Kaba-Kaba adalah didaerah Kediri Timur sampai wilayah Desa Buwit. Hal ini terbukti bahwa di Desa Buwit banyak terdapat tanah-tanah retribusi yang merupakan tanah-tanah milik Raja Kaba-Kaba.
Pada waktu Desa Buwit dibawah pimpinan Raja Kaba-Kaba, Desa Buwit mempunyai wilayah sebanyak lima dusun yaitu :
1. Dusun Buwit.
2. Dusun Kelakahan.
3. Dusun Delod Uma.
4. Dusun Tebejero.
5. Dusun Buading.
Pada saat itu Sang Raja mempunyai wewenang untuk mengangkat seorang pimpinan/Bendesa untuk memerintah Desa Buwit. Bendesa tersebut bernama Pak Monglot asal Desa Kediri, Kabupaten Tabanan yang memerintah sekitar tahun 1920-1925.
Setelah Pak Monglot mengakhiri jabatannya, maka selanjutnya atas petunjuk Penggawa Gantung Distrik Kediri Desa Buwit diperintah oleh I Gusti Agung Gerudug dari Banjar Anyar Kecamatan Kediri Kabupaten Tabanan (memerintah dari tahun 1925 – 1934).
Setelah I Gusti Agung Gerudug selesai masa jabatannya karena sakit jiwa maka secara otomatis beliau dibantu oleh keponakannya yang bernama I Gusti Agung Sukri dari Banjar Senapahan Kecamatan Kediri Kabupaten Tabanan (memerintah dari tahun 1934 – 1949).
I Gusti Agung Sukri mengakhiri masa jabatannya kemudian diganti oleh I Ketut Ribin dari Banjar Kelakahan Desa Buwit Kecamatan Kediri Kabupaten Tabanan. Dalam masa pemerintahan I Ketut Ribin, Desa Buwit mengalami perubahan-perubahan wilayah, karena Dusun Tebejero dan Dusun Buading terlalu jauh dari wilayah Desa Buwit dan langsung menggabungkan diri dengan Desa Kaba-Kaba baik dalam pemerintahan Administrasi maupun dalam pemerintahan otonom atau adat istiadat.
Dengan demikian mulai saat pemerintahan I Ketut Ribin Desa Buwit mempunyai tiga wilayah Dusun yaitu :
- Dusun Buwit.
- Dusun Kelakahan.
- Dusun Delod Uma.
I Ketut Ribin memerintah dari tahun 1949-1954 kemudian diganti oleh I Nyoman Saweg dari Tahun 1954 – 1979, setelah itu diganti oleh I Gede Nengah Soper dari tahun 1979 – 1988, dan sejak tahun 1988 - 1998 Desa Buwit dipimpin oleh I Wayan Jana dari Dusun Kelakahan Desa Buwit Kecamatan Kediri, Kabupaten Tabanan.
Kemudian dari Tahun 1998 – 2006 Desa Buwit dipimpin oleh Ir. Nyoman Dela Darmesta dari Dusun Delod Sema, Desa Buwit Kecamatan Kediri, Kabupaten Tabanan. Di masa kepemimpinan Bapak Ir. Nyoman Dela Darmesta Desa Buwit mempunyai empat wilayah Dusun dan pergantian nama Dusun menjadi Banjar Dinas yaitu : Banjar Dinas Buwit, Banjar Dinas Delod Sema, Banjar Dinas Kelakahan dan Banjar Dinas Delod Uma.
Kemudian dari tahun 2006 sampai dengan sekarang Desa Buwit dipimpin oleh Bapak I Wayan Pugeh dari Banjar Dinas Buwit, Desa Buwit, Kecamatan Kediri, Kabupaten Tabanan yang terdiri dari :
4 ( empat ) Banjar Dinas yaitu :
1. Banjar Dinas Buwit.
2. Banjar Dinas Delod Sema.
3. Banjar Dinas Kelakahan.
4. Banjar Dinas Delod Uma.
7 ( tujuh ) Banjar Adat yaitu :
1. Banjar Adat Mertasari
2. Banjar Adat Buwit Tengah
3. Banjar Adat Buwit Kaja
4. Banjar Adat Delod Sema
5. Banjar Adat Kelakahan Gede
6. Banjar Adat Kelakahan Kaja
7. Banjar Adat Delod Uma
Dimana 6 ( enam ) Banjar Adat merupakan wilayah Desa Adat Buwit yaitu : Banjar Adat Mertasari, Banjar Adat Buwit Tengah, Banjar Adat Buwit Kaja, Banjar Adat Delod Sema, Banjar Adat Kelakahan Gede, dan Banjar Adat Kelakahan Kaja. Sedangkan 1 (satu) Banjar Adat yaitu Banjar Adat Delod Uma termasuk wilayah Desa Adat Kaba-Kaba.
Tetapi berdasarkan cerita yang diproses di masyarakat yang disampaikan oleh para tokoh secara pertemuan dan dapat dipercaya sebagai sejarah desa kelahiran Desa Buwit dapat diuraikan sebagai berikut;
Sejak jaman dahulu di Pulau bali terdapat banyak kerajaan-kerajaan yang masing-masing diperintah oleh seorang Raja di Bali. Didaerah Tabanan salah satu kerajaan tersebut adalah Kerajaan Kaba-Kaba yang diperintah oleh keturunan Arya Belog/Arya Tan Wikan.
Pada masa kerajaannya wilayah kerajaan Kaba-Kaba adalah didaerah Kediri Timur sampai wilayah Desa Buwit. Hal ini terbukti bahwa di Desa Buwit banyak terdapat tanah-tanah retribusi yang merupakan tanah-tanah milik Raja Kaba-Kaba.
Pada waktu Desa Buwit dibawah pimpinan Raja Kaba-Kaba, Desa Buwit mempunyai wilayah sebanyak lima dusun yaitu :
1. Dusun Buwit.
2. Dusun Kelakahan.
3. Dusun Delod Uma.
4. Dusun Tebejero.
5. Dusun Buading.
Pada saat itu Sang Raja mempunyai wewenang untuk mengangkat seorang pimpinan/Bendesa untuk memerintah Desa Buwit. Bendesa tersebut bernama Pak Monglot asal Desa Kediri, Kabupaten Tabanan yang memerintah sekitar tahun 1920-1925.
Setelah Pak Monglot mengakhiri jabatannya, maka selanjutnya atas petunjuk Penggawa Gantung Distrik Kediri Desa Buwit diperintah oleh I Gusti Agung Gerudug dari Banjar Anyar Kecamatan Kediri Kabupaten Tabanan (memerintah dari tahun 1925 – 1934).
Setelah I Gusti Agung Gerudug selesai masa jabatannya karena sakit jiwa maka secara otomatis beliau dibantu oleh keponakannya yang bernama I Gusti Agung Sukri dari Banjar Senapahan Kecamatan Kediri Kabupaten Tabanan (memerintah dari tahun 1934 – 1949).
I Gusti Agung Sukri mengakhiri masa jabatannya kemudian diganti oleh I Ketut Ribin dari Banjar Kelakahan Desa Buwit Kecamatan Kediri Kabupaten Tabanan. Dalam masa pemerintahan I Ketut Ribin, Desa Buwit mengalami perubahan-perubahan wilayah, karena Dusun Tebejero dan Dusun Buading terlalu jauh dari wilayah Desa Buwit dan langsung menggabungkan diri dengan Desa Kaba-Kaba baik dalam pemerintahan Administrasi maupun dalam pemerintahan otonom atau adat istiadat.
Dengan demikian mulai saat pemerintahan I Ketut Ribin Desa Buwit mempunyai tiga wilayah Dusun yaitu :
- Dusun Buwit.
- Dusun Kelakahan.
- Dusun Delod Uma.
I Ketut Ribin memerintah dari tahun 1949-1954 kemudian diganti oleh I Nyoman Saweg dari Tahun 1954 – 1979, setelah itu diganti oleh I Gede Nengah Soper dari tahun 1979 – 1988, dan sejak tahun 1988 - 1998 Desa Buwit dipimpin oleh I Wayan Jana dari Dusun Kelakahan Desa Buwit Kecamatan Kediri, Kabupaten Tabanan.
Kemudian dari Tahun 1998 – 2006 Desa Buwit dipimpin oleh Ir. Nyoman Dela Darmesta dari Dusun Delod Sema, Desa Buwit Kecamatan Kediri, Kabupaten Tabanan. Di masa kepemimpinan Bapak Ir. Nyoman Dela Darmesta Desa Buwit mempunyai empat wilayah Dusun dan pergantian nama Dusun menjadi Banjar Dinas yaitu : Banjar Dinas Buwit, Banjar Dinas Delod Sema, Banjar Dinas Kelakahan dan Banjar Dinas Delod Uma.
Kemudian dari tahun 2006 sampai dengan sekarang Desa Buwit dipimpin oleh Bapak I Wayan Pugeh dari Banjar Dinas Buwit, Desa Buwit, Kecamatan Kediri, Kabupaten Tabanan yang terdiri dari :
4 ( empat ) Banjar Dinas yaitu :
1. Banjar Dinas Buwit.
2. Banjar Dinas Delod Sema.
3. Banjar Dinas Kelakahan.
4. Banjar Dinas Delod Uma.
7 ( tujuh ) Banjar Adat yaitu :
1. Banjar Adat Mertasari
2. Banjar Adat Buwit Tengah
3. Banjar Adat Buwit Kaja
4. Banjar Adat Delod Sema
5. Banjar Adat Kelakahan Gede
6. Banjar Adat Kelakahan Kaja
7. Banjar Adat Delod Uma
Dimana 6 ( enam ) Banjar Adat merupakan wilayah Desa Adat Buwit yaitu : Banjar Adat Mertasari, Banjar Adat Buwit Tengah, Banjar Adat Buwit Kaja, Banjar Adat Delod Sema, Banjar Adat Kelakahan Gede, dan Banjar Adat Kelakahan Kaja. Sedangkan 1 (satu) Banjar Adat yaitu Banjar Adat Delod Uma termasuk wilayah Desa Adat Kaba-Kaba.
Seni dan Budaya Desa Buwit
Desa Buwit merupakan desa yang terletak di Kecamatan Kediri Kabupaten Tabanan. Dahulu, desa ini tidak terlalu dikenal orang dan lebih sering disebut desa Kaba-Kaba (desa yang terletak di sebelah timur Desa Buwit). Namun, semenjak ada akses by pass Tanah Lot, desa ini menjadi lebih dikenal dan semakin maju. Saat masuk ke desa ini, yang terlihat adalah sawah yang terbentang luas di sepanjang jalan. Sebagian besar masyarakat di desa ini memang bekerja sebagai petani/menggarap sawah. Selain pemandangan yang terlihat asri dan menyejukkan, ada banyak keunikan yang terdapat di desa ini, baik dalam hal seni, tradisi, dan adat istiadatnya. Jadi, untuk lebih mengenal desa ini, mari kita bahas satu per satu.
Kesenian di desa Buwit
Desa ini termasuk desa yang sarat akan kesenian. Hal ini terlihat dari banyaknya sekaa-sekaa seperti sekaa gong, sekaa angklung, sekaa joged, dan sekaa pesantian yang selalu aktif dalam berbagai kegiatan upacara adat. Hampir setiap banjar adat di Desa Buwit memiliki gong dan beberapa lainnya memiliki angklung. Selain bertujuan untuk mengiringi upacara adat di desa, sekaa gong/angklung di desa ini memiliki tujuan komersil. Walaupun tidak ada jadwal latihan menabuh yang teratur, namun sekaa ini tetap aktif dalam berbagai kegiatan. Anak-anak juga didorong untuk berlatih menabuh dan sering diajarkan langsung oleh orang tuanya, sehingga seni menabuh di desa ini dapat terus diregenerasi.
Selain sekaa gong, ada beberapa sekaa pesantian di desa ini, di Banjar Dinas Delod Uma terdapat Sekaa Pesantian Tri Gita Manggala yang berdiri pada tahun 2002. Sekaa ini diketuai oleh IWayan Suarsa dan Sekaa Pesantian Sandi Semerti yang diketuai oleh I Nyoman Nerka. Di banjar Dinas Kelakahan terdapat Sekaa Pesantian Werdi Kumara Gita yang berdiri pada tahun 2002 yang diketuai oleh I Nengah Wardhi dan Sekaa Pesantian Eka Darma Prawerti yang diketuai oleh I Ketut Kaliana. Selain itu di desa ini juga terdapat beberapa seniman. Seperti seniman tari, seniman ukir, seniman geguntangan. Salah satu seniman yang dapat kami wawancarai adalah Bapak Ketut Kaliana atau yang akrab disapa Pak Eka. Beliau mengaku bahwa beliau memiliki ketertarikan yang besar terhadap seni tembang, walaupun bukan berasal dari keluarga seniman. Beliau mulai menekuni bidang seni, utamanya geguntangan (tembang guntang) semenjak berumah tangga dan belajar secara mandiri. Sudah banyak pengalaman yang beliau miliki sejak berkecimpung dalam seni tembang. Dimulai dari tahun 2004, beliau pernah menjuarai lomba santhi di radio global. Pada tahun 2006, beliau pernah mewakili desa Buwit dalam lomba tembang di tingkat kecamatan bersama Aji Erma dan menjadi juara 1 favorit di tingkat kecamatan. Beliau juga bergabung di Santhi Kirtanam Panca Datu serta menjadi pendiri sekaa santhi Dharma Santhi Suara di desa adat. Beliau jugalah yang membangkitkan arja Cupak Gerantang. Saat ini, beliau aktif melakukan siaran tembang guntang di Kompas TV yang tayang setiap hari minggu pada pukul 20.00 WITA bersama sanggar Kayon di Pejeng, Gianyar.
Bapak Eka Jaya memiliki seorang putri bernama Putu Ika Agustini, S.Sn yang menjadi pelatih tari di sanggar tari bernama sanggar Wangi Swari. Sanggar ini melatih anak-anak desa (terutama anak sekolah dasar) berbagai tarian Bali dan mempunyai jadwal latihan tetap, yaitu setiap hari minggu. Selain Pak Eka Jaya, mungkin masih banyak seniman-seniman lain yang belum sempat kami wawancarai.
Adat istiadat
Tradisi Ngaben
Tidak seperti desa pada umumnya, desa ini memiliki beberapa keunikan dalam hal adat istiadatnya. Salah satu diantaranya yaitu tradisi ngaben. Di desa ini terdapat dua setra yaitu setra desa adat buwit (setra Gede) dan setra Dalem Kelakahan. Keunikan di setra Gede yaitu tidak boleh meapi-api (menyalakan api), sehingga upacara ngaben di setra ini tidak boleh mempergunakan api (geni) melainkan hanya berupa simbolis (mayat tidak dibakar) (Ngasta Siwa Pertiwi). Makam di setra ini tidak menggunakan batu nisan, hanya mempergunakan penanda sederhana berupa bambu dan berisi sanggah Surya. Lain halnya di setra Dalem Kelakahan, upacara ngaben dilakukan dengan cara membakar jenazah seperti halnya ngaben di desa-desa lain.
Pura –Pura di Desa Buwit
Seperti di desa lainnya, di desa Buwit juga terdapat Pura Kahyangan Tiga yaitu Pura Dalem, Pura Desa, dan Pura Puseh. Uniknya, di desa ini terdapat dua Pura Dalem yaitu Pura Dalem Desa dan Pura Dalem Kelakahan. Selain itu terdapat Pura Semedangka (pura yang diusung oleh sebagian masyarakat saja), yaitu Pura Semadi (piodalannya jatuh pada hari Buda Kliwon Masalah), Pura Ratu Gede Anom (piodalannya jatuh pada Purnama Kapat), Pura Batan Bingin (piodalannya jatuh pada hari Buda Cemeng Ukir), Pura Agung (piodalannya jatuh pada Sukra Paing Pahang), Pura Pasek (piodalannya jatuh pada Buda Cemeng Merakih), Pura Penataran, Pura Merajapati, Pura Melanting, dan Pura Anyar. Ada kepercayaan bahwa orang yang menikah tidak boleh melintasi Pura Batan Bingin. Mitosnya, apabila mereka yang melangsungkan pernikahan melintasi Pura ini, maka kehidupan rumah tangganya tidak akan harmonis.
Di hari piodalan di Pura Dalem Desa yang jatuh pada hari Soma Manis Tolu, terdapat tradisi ‘ngunying’ (napak pertiwi) yang dilaksanakan setahun sekali tepatnya pada purnama kapat. Pada saat upacara ngunying berlangsung, suasana mistis dan sakral sangat terasa ketika banyak orang (pemedek) yang mengalami kerasukan (kelinggian) Ida Bhatara sasuwunan di pura tersebut. Suasana terasa sangat mencekam saat orang-orang yang mengalami kerasukan berteriak dan menari-nari. Upacara ini berlangsung cukup lama, dan saat upacara usai, kondisi kembali tenang. Ini merupakan pengalaman pertama kami melihat tradisi seperti ini secara langsung.
Selain itu hal unik lain yang kami temukan adalah persembahyangan di Pura Desa dan di Pura Puseh, yang dilakukan menghadap ke arah Barat karena pelinggih di Pura Desa dan Pura Puseh menghadap ke timur. Hal ini sangat jarang ditemukan di tempat lainnya. Umumnya persembahyangan dilakukan menghadap ke timur atau ke utara. Tidak ada penjelasan mengenai hal ini, namun menurut Bendesa adat desa Buwit, dahulunya desa Buwit yang masih dikuasai oleh Raja Kaba-Kaba membuat aturan ini tanpa ada yang tahu apa alasannya.
Mitos-mitos
Desa ini menyimpan beberapa kisah yang unik dimana masyarakatnya memiliki kepercayaan secara turun-temurun dan diyakini kebenaranya. Salah satunya ada kepercayaan bahwa masyarakatnya tidak memelihara babi betina (bangkung). Masyarakatnya mempercayai bahwa secara niskala, di Pura Rare Angon terdapat pelinggih Ida Bhatara yang memiliki babi, kuda, dan lain sebagainya. Hari piodalan di pura ini yaitu pada hari tumpek kandang. Apabila masyarakat memelihara babi betina (bangkung) maka babi tersebut akan mati. Bahkan masyarakat desa ini yang mencoba memelihara babi betina (mengawinkan babi) di luar desa ini pun tetap tidak berhasil. Hal ini kemudian menjadi kepercayaan masyarakat desa bahwa meraka tidak bisa mengembangbiakkan babi baik di desa maupun di luar desanya. Jadi, jika masyarakat ingin memelihara babi, maka mereka dapat membeli bibit babi, tanpa mengembangbikan atau mengawinkannya.
Kepercayaan lainnya yang masih dianut oleh masyarakat adalah tidak boleh ‘nyuun’/mesesuwunan saat melintasi pelinggih yang terdapat di pinggir jalan di banjar Buwit. Akan tetapi mitos ini tidak banyak diperbincangkan.
Di samping itu, ada larangan mempergunakan ‘saput poleng’ saat melintas di sekitar pohon beringin. Beberapa masyarakat yang memiliki kemampuan khusus mengaku pernah mengalami kejadian mistis. Mereka seolah melihat ada sungai dan merendam kaki mereka. Mitos ini pun tidak terlalu banyak diungkapkan.
Selain beberapa hal di atas, sesungguhnya masih banyak cerita lainnya. Namun, tidak semua cerita-cerita tersebut dapat diperbincangkan oleh sembarangan orang dan kita sebagai kaum awam terutama mengenai hal-hal gaib, patut menghargai kesakralan setiap tradisi yang ada di desa ini. Dari berbagai hal yang kami amati, secara umum masyarakat di desa ini masih sangat menjunjung tinggi nilai seni budaya dan tradisi adat istiadat yang diwariskan secara turun temurun. Seni asli di desa inipun masih terus dapat diwariskan yang terlihat dari masih bertahannya kesenian-kesenian dan tradisi yang sudah ada sejak dahulu dan masih terus dilestarikan hingga masa yang akan datang.
Posting Komentar untuk "DESA BUWIT KEDIRI "